JAKARTA, iNews.id – Draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja diduga menghapus ketentuan kewajiban produk bersertifikat halal. Padahal, kewajiban itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
“Oleh karena itu, kalau ada rencana penghapusan sertifikat halal maka itu berarti negara tidak lagi hadir memperhatikan apa yang menjadi tugas dan fungsinya serta apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan dari rakyatnya,” tutur Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Anwar menuturkan, jika pemerintah tidak lagi hadir membela hak-hak rakyatnya, tentu ini akan menimbulkan ketegangan hubungan antara umat Islam dan pemerintah. “Dan itu jelas tidak baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini ke depannya,” ujarnya.
Dia menegaskan, di dalam Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 dinyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti apa saja yang dilakukan pemerintah dan kebijakan apa saja yang dibuat, tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama. Pemerintah bahkan harus mendukung tegaknya ajaran agama, terutama ajaran Islam yang menjadi agama mayoritas dari penduduk di negeri ini yakni 87,17 persen.
Anwar menilai berkembangnya pemikiran untuk menghapus sertifikat halal dalam kehidupan ekonomi dan bisnis, sangat potensial memancing kekeruhan dan kegaduhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Menurut dia, langkah tersebut jelas-jelas mengabaikan dan tidak lagi menghormati kepentingan umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas di negeri ini.