“Ini sangat mengerikan ketika kita dianggap berpolitik,” ujarnya.
Harkristuti menegaskan, turunnya para guru besar adalah bentuk kepedulian terhadap kondisi politik dan demokrasi. Selain itu, hal ini juga dianggap sebagai peringatan untuk dunia politik Indonesia.
“Ini suatu warning, ini suatu peringatan bagi semuanya bahwa kita sedang tidak baik-baik saja. Itu sebabnya kita turun,” kata dia.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan mengatakan turunya para profesor untuk mengkritik kondisi politik Indonesia wajar. Pasalnya, ini bagian untuk mencerahkan masyarakat terkait kondisi demokrasi.
“Sebetulnya kita melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi sebetulnya ini, setidak-tidaknya dalam kategori pengabdian masyarakat. Bagaimana memberikan pencerahan kepada masyarakat soal demokrasi kita hari ini,” kata dia.
Sementara itu, Guru Besar Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran, Arief Anshory Yusuf mengatakan, para akademisi perlu turun melihat situasi politik, sebab akan berimplikasi terhadap ekonomi Indonesia. Menurut Arief, jika indeks demokrasi Indonesia menurun, maka cita-cita menjadi negara maju pada 2045 sulit dicapai.
“Sehingga harapan kita menjadi negara yang maju di tahun 2045, Indonesia Emas, itu mungkin akan membuat kita menjadi Indonesia gemas dan membuat kita cemas,” ujar dia.