“Dalam hal ini, berarti BUMN harus bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan wisata sebanyak-banyaknya warga negara Indonesia. Tidak boleh eksklusif untuk kalangan yang mampu membayar mahal saja,” ucap Sarmuji.
DPR memahami rencana pemerintah menjadikan Candi Borobudur sebagai laboratorium konservasi cagar budaya bertaraf internasional memerlukan pembatasan akses pengunjung ke bangunan candi, agar beban kunjungan terhadap bangunan candi berkurang. Namun, kata Sarmuji, niat baik itu jangan sampai merugikan rakyat.
“Khususnya untuk kepentingan pelajar dan pembelajaran sejarah, harga tiket harus lebih murah lagi agar generasi sekarang bisa memetik pelajaran dari masa lalu,” kata Sarmuji.
Dia menilai masih banyak cara lain untuk membatasi pengunjung yang naik ke bangunan candi. Menurut Sarmuji, sistem reservasi online yang marak digunakan pada era transisi pandemi Covid-19 sebagai bentuk pembatasan kuota pengunjung bisa dijadikan salah satu solusi tanpa harus menaikkan harga secara fantastis.
“Pembatasan kuota pengujung dengan harga tinggi bukan cara yang tepat. Bisa juga dengan cara reservasi online maksimal 1.200 orang per hari misalnya, tanpa harus menaikkan harga tiket secara fantastis,” tuturnya.
Sarmuji juga mengingatkan, pengelola kawasan wisata Candi Borobudur harus terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada wisatawan tentang pelestarian cagar budaya milik bangsa. Dia berharap pengelola bersama instansi terkait melibatkan DPR sebagai representasi rakyat mengenai rencana kenaikan tiket masuk Candi Borobudur.
“Jadi jangan sosialisasi dan edukasi tentang wajah baru Candi Borobudur kalah dengan hebohnya berita tentang kenaikan harga,” tutur Sarmuji.