Sengketa di wilayah perairan juga terjadi antara Indonesia dengan China. Indonesia tidak mengakui adanya sembilan gari putus sedangkan China tidak menerima Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
“Kalau sengketa-sengketa ini sampai menyeret emosi masyarakat, pemerintah kedua negara pasti akan lebih sulit menyelesaikan persoalan tersebut. Karena itu, pemerintah harus bertindak cepat dengan penuh kehatian, agar tidak melibatkan emosi warga yang hanya akan memperkeruh suasana,” ujar Hikmahanto.
Presiden Indonesia Institute for Maritime Studies, Connie Rahakundini Bakrie menuturkan, rencana pemerintah Joko Widodo (Jokowi) menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia masih jauh panggang dari api. Karena itu, pada periode kedua kekuasaan Jokowi, pemerintah harus bekerja lebih serius mewujudkan impian itu. Caranya tidak hanya dengan mendorong dan mengedepankan angkatan laut, tapi juga angkatan yang lain.
Sayangnya, kata Connie, hingga kini sistem keamanan yang dipakai Indonesia sudah ketinggalan zaman. Karena sistem pertahanan keamanan yang dianut bukan berbasis pada ancaman, namun memakai basis anggaran. Cara semacam ini menurutnya membuat kemajuan yang dicapai Indonesia sangat lamban.
“Untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia salah satu yang harus segera diwujudkan adalah membetuk pasukan khusus dari trimatra, minimal untuk kawasan tertentu dahulu. Kalau ini saja tak kunjung teralisir maka cita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia tidak akan pernah tercapai,” ujar Connie.
Karena itu, menurutnya, saat ini Indonesia membutuhkan seorang panglima yang berani dan bersikap tegas. Termasuk berani mempertaruhkan tongkat komandonya demi menegakkan kehormatan bangsa dan negara Indonesia.