Jadikan puasa dengan segala rangkaian ibadah Ramadan dan Idul fitri sebagai jalan rohani untuk mencerahkan akal-budi berbingkai akhlak mulia untuk menebar rahmat bagi semesta alam sejalan misi kerisalahan Nabi untuk “menyempurnakan akhlak mulia” dan menebar “rahmatan lil-‘alamin” dalam kehidupan semesta.
Dalam kehidupan yang dilanda krisis moral maka sangat penting dan menentukan ajaran tentang pencerahan akhlak mulia atau al-akhlaq al-karimah dalam Islam, yang berwujud budi luhur dalam ujaran, sikap, dan perbuatan utama. Pencerahan akal budi berbasis nilai-nilai amanah, adil, ihsan, kasih sayang, dan akhlak mulia lainnya menjadi penting dalam kehidupan yang seringkali paradoks.
Dalam kenyataan Islam atau agama tidak sepenuhnya menunjukkan konsistensi, sebaliknya terjadi hal-hal yang bertentangan antara nilai ajaran dengan perilaku pemeluknya. Islam mengajarkan adil, ihsan, dan kasih sayang, namun para pemeluknya tidak jarang berbuat dhalim, keburukan, dan permusuhan.
Islam mengajarkan kasih sayang, ta’awun, dan ukhuwah, namun pemeluknya berbuat permusuhan dengan sesama insan ciptaan llah, bahkan dengan sesama seiman. Dalam narasi dan amalan orang Islam rajin salat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya secara intensif tetapi sikap dan tindakannya diwarnai amarah, kasar, buruk kata, kebencian, dan permusuhan.
Islam hanya sebatas ilmu dan ajaran verbal tetapi tidak dipraktikkan dalam kehidupan nyata, paradoks beragama seperti itulah yang termasuk beragama yang tidak mencerahkan yang dalam Al-Qur'an tergolong dalam perbuatan yang dimurkai Allah (QS Ash-Shaff: 3).
Pascapuasa dan Idul Fitri setiap muslim penting meningkatkan kualitas akhlak mulia sebagai bagian dari kebaikan imannya. Nabi bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR Abu Daud). Artinya, orang itu disebut mulia atau yang mulia karena di dalam dirinya tersimpan benih akhlak yang baik.
Kemuliaan itu melebur dalam kebaikan perilaku. Dia tahu mana yang benar dan salah, yang baik dan buruk, serta yang patut dan tidak patut. Perbuatannya jujur sepenuh hati, tidak asal tabrak, apalagi nifaq. Dalam kemuliaan itu bersenyawa keelokan perilaku. Kata sejalan perilakunya, serta dari dirinya terpancar segala mutiara kebajikan. Orang yang mulia itu menjaga marwah dirinya laksana menjaga mutiara yang berharga.
Puasa Ramadan, Idul Fitri, dan ibadah lainnya meniscayakan kaum muslimin untuk hidup lebih tercerahkan dan berkemajuan. Khusus bagi generasi muda muslim agar hidup lebih seksama dalam mengarungi masa depan penuh tantangan. Jadilah generasi muda “qurrata ‘ayunin” dan “ulul albab” yang senantiasa berzikir dan berpikir, giat ke masjid, berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua, gemar menuntut ilmu, bekerja keras, mandiri, gigih, bertanggungjawab, dan menjadi orang-orang berakhlak mulia sekaligus unggul dalam segala bidang kehidupan.
Kaum muda muslim harus melangkah ke depan jauh lebih baik dari generasi sebelumnya. Kalau ada masalah selesaikan dengan cara damai dan berkeadaban mulia, jauhi kekerasan dan tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat luas. Jadilah generasi yang beriman dan berilmu luas untuk meraih masa depan yang lebih baik dan berdaya saing tinggi sehingga dinaikkan derajat kehidupannya oleh Allah.
Pasca Ramadhan dan Idul Fitri ini marilah semua insan beriman berlomba-lomba beramal kebaikan sebagai perwujudan takwa dalam sepanjang hayat. Karenanya, pasca Ramadhan dan Idul Fitri, setiap insan muslim dapat menjalani kehidupan dengan berhias akal budi yang tercerahkan yang berbingkai akhlak mulia sebagai cermin dari takwa hasil puasa.•
*Disarikan dari Khutbah Idul Fitri 1440 H