M Ishom El Saha
Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Serang, Banten
IKTIKAF di bulan Ramadhan menggugah kita akan pentingnya kenyamanan termal ruangan masjid. Tidak sedikit jamaah yang merasakan ketidaknyamanan termal, seperti rasa panas dan kegerahan, di dalam masjid sekalipun alat bantu penghawaan sudah dinyalakan. Perubahan iklim yang terjadi dewasa ini menyebabkan alat bantu penghawaan yang dipasang di sudut-sudut bangunan masjid tidak bekerja maksimal.
Usaha takmir masjid untuk meminimalisir pengaruh iklim tropis lembab di Indonesia seolah selalu tidak mencukupi. Padahal di dalam ruangan masjid sudah terpasang kipas angin dan bahkan menggunakan pendingin ruangan AC. Pemakaian kipas angin dan AC di dalam ruangan masjid bukanlah menjadi pilihan tepat, terutama jika masyarakat tidak dibekali edukasi konservasi lingkungan.
Di dalam ruangan masjid terasa panas dan gerah pada dasarnya karena faktor alam Indonesia sebagai negara beriklim tropis. Di negara yang beriklim tropis, kecepatan anginnya rendah serta kelembaban dan suhu udaranya tinggi. Kelembaban tinggi inilah yang menyebabkan sirkulasi tidak lancar sehingga berpengaruh pada kenyamanan termal bangunan masjid.
Menyadari kondisi semacam ini, maka masjid di masa lampau dibangun dengan sangat mempertimbangkan ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH). Masjid dahulu biasanya mempunyai halaman yang cukup luas dan bisa ditanami pepohonan yang cukup banyak. Kondisi ini berbeda dengan masjid-masjid di zaman sekarang. RTH di lingkungan masjid telah dihabiskan untuk perluasan kegiatan jemaah.
Akibat langsung yang dirasakan jamaah adalah kenyamanan termal yang mereka tuntut untuk menjalankan ibadah di dalam masjid menjadi berkurang. Seluruh kipas angin di ruangan masjid dinyalakan, namun jamaah mengeluhkan ketidaknyamanan. Berbekal pengalaman ini maka penting diungkit kembali kesadaran ummat Islam supaya melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di lingkungan masjid.
Intensifikasi dan Ekstensifikasi
Intensifikasi adalah upaya peningkatan produktivitas ruang terbuka di sekitar masjid yang tidak termanfaatkan dengan cara penghijauan. Sedangkan ekstensifikasi merupakan perluasan RTH di lingkungan masjid serta mengendalikan alih fungsi ruang terbuka hijau tersebut ke fungsi lain.
Intensifikasi dan ekstensifikasi ruang terbuka hijau di lingkungan masjid dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
Pertama, jika memungkinkan halaman masjid yang dilapis dengan semen diganti dengan grassblock sebagai media tumbuh tanaman. Pepohonan yang ada di halaman parkir sebisa mungkin dipertahankan dan mengajak jamaah di sekitar masjid untuk menanam pohon di sisi luar masjid.
Kedua, jika pada bagian sisi kiri dan kanan masjid ada sedikit lahan dapat ditanami dengan media tabulampot (tanaman dalam pot). Termasuk memanfaatkan lantai atas masjid yang berbahan beton dengan menanaminya menggunakan media tabulampot.
Logikanya, jika di Indonesia tercatat 850.000 masjid dan bila 50 pohon ditanam di tiap lingkungan masjid maka akan tertanam 42 juta pohon yang ekuivalen seluas 1,6 juta ha. Di samping itu apabila intensifikasi dan ekstensifikasi masjid hijau ini dapat direalisasikan maka banyak memberi manfaat baik untuk jamaah masjid maupun masyarakat umum.
Sebagai ilustrasi, bila rata-rata per-masjid ada lahan seluas 1.000 meter persegi, lalu terdapat 50 pohon berdiameter 50-100 cm mampu menyuplai oksigen (O2) sebesar 50.000 liter per orang. Setiap jam, 1 hektare daun-daun hijau dapat menyerap 8 kg CO2 yang setara dengan CO2 yang diembuskan oleh napas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang sama. Jika 1 liter O2 hanya dihargai Rp100, maka sebatang pohon menghemat biaya oksigen sebesar Rp1.400.000 per hari, Rp42 juta per bulan, dan Rp511 juta per tahun per orang.