JAKARTA, iNews.id – Konflik Rusia dan Ukraina berdampak pada ekonomi dunia. Indonesia turut merasakan meskipun dampaknya tidak secara langsung karena minimnya hubungan dagang dengan dua negara yang sedang berkonflik tersebut.
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Panutan S Sulendrakusuma dalam keterangannya, Rabu (23/3/2022) mengatakan, meski begitu, Indonesia tetap melakukan langkah-langkah antisipasi jika konflik Rusia dan Ukraina berkelanjutan. Dampak yang besar akan terlihat dari biaya yang dikeluarkan dari pemenuhan impor BBM karena 40 persen kebutuhan masih mengandalkan impor.
Panutan menjelaskan, kenaikan harga energi akan berpengaruh pada biaya logistik dan kenaikan harga beberapa komoditas impor seperti gandum, kedelai, jagung dan sapi. Hal itu tentu saja berpengaruh pada industri makanan, restoran dan pelaku katering. Ini berpotensi menyebabkan kenaikan laju inflasi.
Secara umum, Panutan berpendapat, konflik Rusia-Ukraina bisa memberikan dampak besar berupa kenaikan harga secara global pada tiga sektor utama, di antaranya, energi, pertanian dan manufaktur. Diketahui, Rusia merupakan produsen minyak terbesar ketiga di dunia dan memenuhi 11 persen dari kebutuhan minyak global.
Dari sisi pertanian, Rusia bersama dengan Ukraina merupakan pemasok 29 persen kebutuhan gandum global, 17 persen pasokan jagung dan 76 persen minyak goreng dari jenis bunga matahari. Adapun dari sisi industri manufaktur, Rusia memasok 35 persen kebutuhan paladium, 10 persen platinum, 6 persen aluminium, 5 persen nikel dan biji baja 4 persen.
Kenaikan harga metal tersebut akan menyebabkan kenaikan biaya bahan baku terutama untuk industri manufaktur otomotif dan elektronik. Selain itu akan terjadi kenaikan harga emas disebabkan emas menjadi alat tukar paling aman selama terjadi perang dan merupakan medium penyimpanan aset konvensional.