“Dengan begitu, semua prasangka buruk tentang perlakukan terhadap masyarakat Papua bisa dikikis. Dengan menduduki jabatan prestisius di kementerian/lembaga ataupun TNI/Polri, bukan hanya menjadi kebanggaan bagi yang bersangkutan, melainkan juga bagi keluarga besarnya yang berada di Papua,” ucap Bamsoet.
Bamsoet berpandangan, setelah beroperasi lebih dari 52 tahun dan Pemerintah Indonesia menguasai 51 persen saham Freeport, sudah waktunya memberikan kesempatan kepada putra putri Papua menjabat posisi direktur di PT Freeport Indonesia. Begitupun dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perlu memberikan kesempatan kepada masyarakat Papua menunjukkan kebolehan mereka.
Berbagai perusahaan yang beroperasi di Papua seharusnya juga diwajibkan mempekerjakan masyarakat Papua. Setidaknya, 80 persen pekerja dari Papua dan 20 persen dari luar wilayah Papua. “Pembatasan migrasi tenaga kerja dari luar Papua perlu dilakukan agar jangan sampai masyarakat Papua terpinggirkan. Padahal berbagai perusahaan tersebut beroperasi di tanah Papua. Maka sudah selayaknya masyarakat Papua yang harus menikmati hasil tambah keekonomiannya,” ujar Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila itu menjelaskan, dalam jangka panjang, pemanfaatan dana otonomi khusus (otsus) juga perlu disempurnakan dan diperkuat sehingga bisa memberikan manfaat bagi masyarakat Papua. Meski dana otsus yang digelontorkan hingga 2019 mencapai Rp115 triliun, belum terlihat adanya peningkatan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat Papua.
Itu bisa dilihat dari indeks pembangunan manusia (IPM) Provinsi Papua 60,06 di posisi terendah nasional, dan Provinsi Papua Barat 63,74 menempati posisi terendah kedua dibandingkan dengan angka nasional sebesar 71,39.