Dia mengatakan, Mendagri Tjahjo Kumolo diduga mencederai Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Alasannya, ketentuan dalam UU tersebut telah mengatur secara limitatif (terbatas) bahwa hanya pejabat pimpinan tinggi madya yang bisa menjadi penjabat gubernur.
Tak hanya itu, kata Pangi, Mendagri Tjahjo juga diduga melanggar peraturan dan regulasi yang dibuat sendiri. Pada Pasal 4 ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 74 Tahun 2016 disebutkan, penjabat gubernur harus diisi pejabat pimpinan tinggi madya Kemendagri atau pemerintah provinsi. Selanjutnya, jabatan pelaksana tugas atau penjabat gubernur harus berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya yang berasal dari kalangan sipil sebagaimana diatur di dalam Pasal 201 ayat 10 UU Pilkada.
“Bagaimana mungkin kemudian perwira tinggi Polri aktif bisa disetarakan dengan pimpinan tinggi madya? (Penunjukan Iriawan) itu terkesan dipaksakan. Memang penunjukan itu hak prerogatif mendagri, namun jangan sampai terkesan pemerintah suka-suka dalam mengelola negara,” ujar Pangi.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo hari ini resmi melantik Komisaris Jenderal Polisi M Iriawan menjadi penjabat gubernur Jawa Barat. Iriawan bakal menjalankan tugas kepala daerah untuk sementara waktu, menggantikan Gubernur Ahmad Heryawan yang telah berakhir masa jabatannya.