JAKARTA, iNews.id - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menegaskan tak melakukan pelanggaran etika terkait mutasi 85 perwira tinggi (pati) TNI. Proses mutasi jabatan itu telah melewati sejumlah tahapan dan tingkatan yang memiliki legalitas sesuai dengan prosedur.
Gatot menjelaskan, keputusan untuk merotasi 85 pati terjadi sebelum Presiden Joko Widodo menyurati DPR soal pergantian panglima TNI. Dirinya bisa dianggap bersalah jika surat mutasi dikeluarkan atau prosesnya dilakukan saat ini. Secara etika hal itu sangat tidak tepat walaupun sebagai Panglima TNI dirinya diperbolehkan melakukan hal tersebut.
"Benar itu (Gatot bersalah) jika ujug-ujug saya keluarkan tanggal 5 Desember 2017, itu baru tidak tepat," ungkap Gatot, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta (6/12/2017).
Dia juga mengakui tak diberitahu soal pergantian panglima TNI sehingga keputusan mutasi perwira tinggi terkesan terjadi di pengujung masa jabatannya. "Jadi tanggal 30 November dikeluarkan dewan kepangkatan dan jabatan tinggi (wanjakti) yang dihadiri oleh KSAU, wakil KSAU, KSAD dan wakil KSAD. Kemudian tanggal 4 Desember kami rapat saat belum tahu (pergantian Panglima TNI). Saya tidak diberitahu Presiden akan diganti Pak Hadi," ucapnya.
Dia mengakui, baru mendapat kabar pergantian dirinya setelah dihubungi Menteri Sekretaris Negara Pratikno. "Mensesneg menyampaikan surat Presiden kepada DPR tentang pergantian panglima TNI dan mencalonkan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto," katanya.
Sebelumnya dalam Surat Keputusan Nomor Kep/982/XII/2017 tanggal 4 Desember 2017, Panglima TNI Gatot Nurmantyo melakukan pemberhentian dari dan pengangkatan jabatan di lingkungan TNI. Mutasi tersebut mencakup 46 pati dari jajaran TNI Angkatan Darat (AD), 28 pati TNI Angkatan Laut (AL), dan 11 pati TNI Angkatan Udara (AU).