JAKARTA, iNews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah kode yang digunakan oleh pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus korupsi izin pemanfaatan laut dalam proyek reklamasi di Kepulauan Riau (Kepri). Kode tersebut diketahui pada saat operasi tangkap tangan (OTT) Gubernur Kepri, Nurdin Basirun, Rabu (10/7/2019) lalu.
“Tim mendengar penggunaan kata ‘ikan’ sebelum rencana penyerahan uang (oleh tersangka). Disebut jenis ‘ikan gohok’ dan rencana ‘penukaran ikan’ dalam komunikasi tersebut. Selain itu, terkadang digunakan kata ‘daun’,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Dia mengungkapkan, selain kode “ikan” dan “daun”, ada juga kode “kepiting” yang digunakan. Dia menjelaskan, kode itu bertujuan sebagai kamuflase dari transaksi haram di kasus suap tersebut. “Saat KPK melakukan OTT awal di pelabuhan (Sri Bintan Pura, Tanjung Pinang), pihak yang diamankan saat itu sempat berdalih tidak ada uang yang diterima, tetapi ‘kepiting’,” ujar Febri.
Menurut Febri, pengungkapan kode-kode suap itu tidak terlepas dari informasi valid yang diberikan oleh masyarakat untuk membantu pemberantasan korupsi. Terkait peran serta masyarakat itu, kata dia, KPK sangat mengapresiasi.
Dalam kasus yang menimpa Nurdin Basirun, dia diduga menerima suap sebesar 11.000 dolar Singapura dan Rp45 juta dari Abu Bakar sebagai pihak swasta yang ingin mendapatkan izin pemanfaatan laut untuk reklamasi di Tanjung Piayu, Batam.
Nurdin juga diduga tidak melaporkan gratifikasi yang diterimanya yakni 43.942 dolar Singapura (setara Rp456 juta); 5.303 dolar AS (setara Rp75 juta); lima euro (Rp80.000); 407 ringgit Malaysia (Rp1,4 juta); dan 500 riyal Arab Saudi (Rp1,9 juta), dan uang rupiah sejumlah Rp132.610.000. Nurdin diduga tidak pernah melaporkan uang gratifikasi tersebut lebih dari 30 hari kerja ke KPK.
Atas perbuatannya, Nurdin sebagai pihak yang diduga penerima suap dan gratifikasi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11, dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.