JAKARTA, iNews.id - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menjalani sidang dakwaan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR terpilih tahun 2019-2024. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Wahyu terbukti menerima uang sejumlah Rp600 juta.
Uang tersebut diterima Wahyu melalui perantara, antara lain adalah eks anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga merupakan orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina.
"Terdakwa I menerima hadiah atau janji, berupa uang yang melalui perantaraan Terdakwa II secara bertahap sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350.00 dolar Singapura atau seluruhnya setara dengan jumlah Rp.600.000.000,00 dari Saeful Bahri bersama-sama dengan Harun Masiku," kata Jaksa Takdir Suhan membacakan surat dakwaan," Kamis (28/5/2020).
Uang itu, kata JPU KPK diduga diserahkan oleh mantan eks Caleg PDIP Harun Masiku dan mantan staf Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Saeful Bahri. Pemberian uang itu agar Wahyu mengupayakan KPU menyetujui permohonan PAW yang diajukan PDIP dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR Daerah Pemilihan Dapil Sumatera Selatan 1 kepada Harun Masiku.
"Wahyu selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode tahun 2017 - 2022, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang. Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ucap JPU KPK Takdir.
JPU KPK menilai hal itu bertentangan dengan kewajiban Wahyu selaku anggota KPU yang mana dia adalah penyelenggara negara (PN). Menurutnya, hal itu telah diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Atas perbuatannya, Wahyu disangka melanggar Pasal 12 huruf a jo Subsidair Pasal 11 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi