”Serangan dunia maya dapat terjadi selama konflik yang sedang berlangsung di suatu negara dan selalu dikaitkan dengan kelompok peretas aktor negara. Serangan ini menunjukkan bagaimana ruang siber telah menjadi domain militerisasi lainnya,” katanya, Senin (15/8/2022).
Nuning menyebut, ancaman siber di Indonesia telah berlangsung sejak 1998, khususnya terkait masalah politik dan sosial. Misalnya ketika terjadi kerusuhan rasial, Indonesia berhadapan dengan para hacker dari China. Begitu juga saat Indonesia dan Portugal terlibat permasalahan menyangkut kasus Timor Timur sekarang Timor Leste.
Bahkan, pada 2010 produsen Antivirus Norton Symantec mengumumkan, Indonesia berada di urutan kedua setelah Iran dari antara 10 negara yang mengalami serangan Worm Stuxnet. Stuxnet adalah worm yang khusus menyerang komputer berbasis operasi Windows. Kasus ini pun diduga dilakukan oleh Israel dan AS sebagai penentang utama program nuklir Iran.
Mantan anggota Komisi I DPR ini menyebut, dalam beberapa tahun terakhir juga terjadi perang siber antara Indonesia dengan Malaysia meskipun tidak melibatkan pemerintah kedua negara. Namun aksi para hacker ini menyerang fasilitas siber milik pemerintah Malaysia maupun Indonesia.
”Pertahanan militer berbasis siber penting bagi Indonesia karena semakin banyak infrastruktur strategis dan layanan publik yang bergantung pada sistem informasi, teknologi, dan jaringan,” kata Nuning.