JAKARTA, iNews.id – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akan mengkaji wacana penurunan jumlah satuan kredit semester (SKS) yang harus ditempuh mahasiswa di jenjang pendidikan perguruan tinggi. Pasalnya, jumlah SKS yang harus dituntaskan mahasiswa di Indonesia dinilai lebih banyak dibandingkan dengan di luar negeri.
“Kami ingin tetap pelajari dulu (soal pengurangan SKS di perguruan tinggi). Kami sudah pernah bicarakan di antara para dirjen (direktur jenderal),” kata Menristekdikti Mohamad Nasir di Jakarta, Senin (3/12/2018).
Dia mengatakan, di luar negeri, beban kredit yang harus dicapai mahasiswa S-1 adalah 120 SKS. Sementara, di Indonesia untuk mendapatkan gelar sarjana harus menuntaskan 144 SKS. “Apakah harus turun menjadi 120 SKS atau tetap 144 SKS, tapi dia sampai di pendidikan apanya nanti harus kami selesaikan,” tuturnya.
Menurut Nasir, masih banyak perbedaan pandangan tentang jumlah SKS yang harus dirampungkan mahasiswa, sehingga sejauh ini penurunan jumlah SKS di perguruan tinggi masih sebatas wacana saja. Dia menuturkan, undang-undang tidak mengatur 10 SKS untuk mata kuliah dasar umum (MKDU), yakni Pendidikan Kewarganegaraan, Agama, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris, sehingga ada peluang untuk perampingan jumlah SKS.
“Karena tarik menariknya sangat tinggi. Ini problem yang muncul di lapangan adalah tidak hanya itu. Kami mau terapkan itu, ternyata masih ada perbedaan pandangan tentang 144 SKS. Karena apa? Yang 10 SKS ini adalah ada dalam undang-undang yang wajib dilakukan yang namanya Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU). Pertanyaan saya, di dalam undang-undang ditetapkan 10 SKS tidak? Tidak ada itu. Nah nanti ke depan akan saya coba merge (susutkan) supaya lebih sederhana. Kami bicara dulu dengan para dirjen. Mudah-mudahan tahun depan sudah mulai diaplikasikan,” ujarnya.