Dia menambahkan, PMI ini terindikasi menjadi korban TPPO yang diberangkatkan ke Suriah. Hal itu karena seluruh wilayah Suriah tidak boleh ada penempatan PMI yang bekerja, termasuk PLRT karena merupakan daerah konflik. Menurut Benny, hal ini sejatinya tidak boleh dilakukan.
"Para PMI mengaku dieksploitasi saat bekerja. Mereka rata-rata bekerja selama dua tahun. Kita berharap kepada Polri untuk serius menangani ini. Perang total kepada sindikat akan terus dilakukan dan akan saya pimpin sendiri, yang penting komitmen dan tegak lurus harus terus dilakukan dan butuh komitmen semua pihak," ucapnya.
Benny mengatakan, Suriah adalah salah satu negara yang dilarang untuk penempatan Calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Tenaga no. KEP. 157/PPTK/VIII/2011 tertanggal 9 Agustus 2011 mengenai penghentian pelayanan penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Negara Suriah untuk bekerja pada sektor Penata Laksana Rumah tngga (PLRT) tertanggal 5 September 2011.
Hal ini juga diatur melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 260 Tahun 2015 Tanggal 26 Mei 2015 Tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara kawasan Timur Tengah termasuk Suriah.
Menurut Benny, sesuai Undang-Undang No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Pasal 86), setiap orang yang menempatkan Calon PMI ke negara tertentu yang dinyatakan tertutup, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar. (CM)