Tidak hanya berbicara tentang pentingnya kerja keras, Sri Gusni juga menyinggung ketidakadilan sistemik yang dialami perempuan dalam dunia politik, terutama terkait penerapan kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam pemilu.
“Faktanya kita kadang sudah dihadapkan ketika masa Pemilu. Oh tadi 30 persen nomor sana comot ini yang penting ada kuota perempuan dan itu terjadi saya ketika pengalaman di 2024 dan mungkin pengalaman di 2019 dan 2024 itu masih banyak sangat terjadi di partai politik,” kata Sri Gusni.
Dia mengkritik praktik politik yang hanya fokus memenuhi angka tanpa memikirkan pemberdayaan nyata. Sri Gusni menegaskan perempuan harus diberikan ruang strategis, bukan sekadar posisi simbolis dalam partai.
“Kalau tadi posisi bilang bukan hanya sekedar diberi kuota atau diberi ruang tapi bener-bener diberi posisi yang memang strategis posisi inti dalam sebuah partai politik,” tegasnya.
Sri Gusni mengajak mahasiswa untuk turut terlibat aktif membangun ekosistem politik yang lebih sehat dan lebih adil terhadap perempuan.
“Dalam kesempatan ini memang saya mengajak juga teman-teman untuk bersama-sama membuat ekosistem politik ini yang lebih perempuan,” ujarnya.