Dia mencontohkan dalam Pasal 5 UUD 1945 sebelum reformasi, Presiden yang sudah sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan masih ada embel-embel selaku pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang. Hal itu pun membuat peran dewan tidak terlalu diperhatikan dan optimal pada masa itu. Oleh sebabnya, di era reformasi ini anggota dewan patut bersyukur karena bisa berjuang untuk meningkatkan kualitas demokrasi.
“Kalau memang pada zaman itu dewan perwakilan rakyat itu hanya stempel, ya memang faktanya begitu. Oleh karena itu saya ingatkan bahwa apa yang sudah kita lakukan perubahan mendasar itu mari kita jaga. Dulu bandul politik lebih besar ke presiden, kini menjadi check and balances,” tutur Abdul.
Di akhir pemaparan materinya, Abdul memberikan rekomendasi untuk menguatkan fungsi hubungan tersebut. Terdapat empat poin yang digarisbawahi.
Pertama, membangun kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) legislatif terutama di daerah meski berada di dalam keterbatasan. Kedua, mempersiapkan resolusi konflik demi kesejahteraan rakyat bagi daerah yang tidak rukun antara legislatif dan eksekutifnya.
Ketiga, parpol dan fraksi dewan harus meningkatkan kapasitas kelembagaannya dan kompetensi. Serta keempat mempersiapkan caleg-caleg berkualitas dengan menyiapkan proses rekutmen dengan sebaik-baiknya.
“Perindo memiliki contohnya yakni salah satunya melalu konferensi rakyat,” ucapnya.