JAKARTA, iNews.id - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri mengungkap tiga bentuk modus tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan jual beli jabatan. Tiga modus korupsi terkait dengan jual beli jabatan yang kerap dilakukan oleh penyelenggara negara yakni berupa suap, gratifikasi, dan pemerasan.
Demikian diungkapkan Firli Bahuri saat memberikan sambutan dalam Webinar bertemakan 'Jual Beli Jabatan : Kenapa dan Bagaimana Solusinya?' yang ditayangkan melalui akun YouTube milik KPK RI, Kamis (16/9/2021). Hadir pula dalam Webinar tersebut Menpan RB, Tjahjo Kumolo.
"Pertama, yang erat kaitannya dengan jual beli jabatan adalah tindak pidana korupsi berupa gratifikasi. Kedua, adalah tindak pidana korupsi yang erat kaitannya dengan suap. Ketiga, juga ada kaitannya dengan pemerasan," kata Firli.
Firli menjelaskan modus pemerasan terkait jual beli jabatan yang kerap dilakukan oleh penyelenggara negara. Di mana, kata Firli, pemerasan terjadi ketika pejabat negara memiliki kekuasaan, kesempatan, ditambah dengan rendahnya integritas.
Modus itu sering terjadi ketika ada penyelenggara negara yang mengetahui posisi strategis di ruang lingkup kerjanya. Biasanya, para pejabat negara bakal menempatkan orang-orang pilihannya dalam posisi tersebut. Sehingga, terjadi pemerasan terhadap orang yang sudah lebih dulu menduduki posisi tersebut.
"Kalau ada suatu jabatan yang dianggap oleh penyelenggara negara bahwa yang bersangkutan layak atau tidak, maka bisa terjadi pemerasan dengan kalimat 'apakah anda masih mau bertahan menduduki jabatan tersebut? Kalau mau bertahan maka anda harus bayar sekian, kalau tidak, maka harus diganti' itulah ada tindak pidana korupsi berupa pemerasan," beber Firli.
Pemerasan berbeda dengan tindak pidana suap. Diungkapkan Firli, suap merupakan salah satu tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.