Ketika itu, pasukan Korps Marinir terlibat di dalam operasi 17 Agustus yang berupaya memberantas dan menumpas pembangkangan yang dilakukan oleh PRRI di Sumatra Barat. Akhirnya, Korps Marinir pun menetapkan warna ungu pada baretnya pada 1961, tepat saat Batalyon I KKO AL terlibat dalam operasi di Aceh yang dinamakan Operasi Alugoro.
Tidak mudah untuk bisa mendapatkan Baret Ungu. Seorang prajurit Marinir harus menjalani sejumlah tahapan di antaranya, mengikuti Pendidikan Komando (Dikko) yang cukup berat selama kurang lebih 77 hari. Diawali dengan tahap dasar komando, tahap laut, tahap hutan, tahap Gerilya Lawan Gerilya (GLG), dan ditutup dengan Lintas Medan (Limed) Banyuwangi hingga Surabaya sejauh 300 kilometer.
Selain Baret Ungu, prajurit petarung Marinir juga akan mendapatkan Pisau Komando. Pisau tersebut tidak pernah lepas dari lubang kopelrim prajurit di sisi sebelah kiri saat menggunakan Pakaian Dinas Lapangan (PDL). Pisau dengan kekhasan bertuliskan “Marinir” ini terbuat dari baja, berbentuk pipih runcing dengan satu sisi tajam dan sisi atas memiliki gerigi. Ini bukanlah sekedar pakem kelengkapan yang bertujuan untuk menambah nilai estetika uniform prajurit apalagi sekedar gagah-gagahan.