Setelah remaja, Dewi Sartika kembali lagi kepada ibunya di Bandung. Jiwanya yang telah dewasa semakin menggiringnya untuk mewujudkan cita-citanya.
Hal ini didorong pula oleh pamannya, Bupati Martanagara yang memang memiliki keinginan yang sama. Tetapi, meski keinginan yang sama dimiliki oleh pamannya, tidak menjadikannya serta merta dapat mewujudkan cita-citanya.
Adat yang mengekang kaum perempuan pada waktu itu membuat pamannya mengalami kesulitan dan khawatir. Namun karena kegigihan semangatnya yang tak pernah surut, akhirnya Dewi Sartika bisa meyakinkan pamannya dan diizinkan mendirikan sekolah untuk perempuan.
Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinat. Dari pernikahannya itu dia memiliki putra bernama R Atot yang merupakan Ketua Umum BIVB, sebuah klub sepak bola yang merupakan cikal bakal dari Persib Bandung.
Suami dari Dewi Sartika memiliki visi dan cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika, guru di sekolah Karang Pamulang, yang saat itu merupakan sekolah latihan guru. Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan.
Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di hadapan anggota keluarganya yang perempuan.