Kemudian, pada Agustus 1908, tulisannya berjudul "Cara Bagaimana Belanda Paling Cepat Kehilangan Tanah Jajahannya?" tercetak dalam Nieuwe Arnhemsche Courant.
Selama di Hindia Belanda, Douwes Dekker menjadikan jurnalistik sebagai senjata untuk melawan kolonialisasi. Semakin hari, kata-kata yang ditulisnya semakin tajam dan berani. Douwes Dekker secara terang-terangan mengkritik dan menentang Belanda serta membuat tulisan yang pro terhadap kaum pribumi.
Pada tahun 1912, Ernest Douwes Dekker bersama Suwardi Suryaningrat dan dr Cipto Mangunkusumo mendirikan partai politik pertama yang diberi nama Indische Partij. Ketiga tokoh ini pun disebut sebagai Tiga Serangkai.
Dikutip dari direktoratk2krs.kemsos.go.id, Indiesche Partij mempropangandakan cita-cita kemerdekaan sehingga memiliki banyak anggota sampai sekitar 7.500 orang dari 30 cabang. Indische Partij kemudian dibubarkan Belanda pada Maret 1913.
Douwes Dekker dibuang ke Belanda karena menentang perayaan 100 tahun Belanda merdeka dari Prancis di Hindia Belanda. Di Belanda, Douwes Dekker belajar ilmu ekonomi sambil bergabung dengan Indiesche Vereeniging (Perhimpunan Indonesia). Kemudian dia mendirikan National Indische Partij pada 1919.
Douwes Dekker juga membangun School Vereeniging Het Ksatrian Instituut atau yang disingkat Ksatrian Institut. Sayangnya, dia harus terkena larangan mengajar karena menulis sebuah materi sejarah antikolonialisme. Tidak cukup sampai di situ, dia kemudian ditangkap dan diasingkan ke Suriname oleh pemerintah Belanda pada 1941 karena tuduhan kaki tangan Jepang.