“Suami saya berangkat pagi-pagi buta, pulangnya kadang malam, cuma untuk bisa bawa uang Rp100.000,” ucap Darini dengan mata berkaca.
Sebagai anak bungsu dari dua bersaudara, Rofi tumbuh mandiri dan penuh empati. Apalagi setelah kepergian sang kakak, yang selama 27 tahun dirawat penuh kasih oleh sang ibu karena lumpuh sejak kecil.
“Kakak saya berpulang tahun lalu. Selama hidupnya, Ibu tak pernah lelah merawat dan mengurusnya, bolak-balik rumah sakit,” kata Rofi.
Kondisi itulah yang membentuk pribadi Rofi menjadi anak yang tangguh dan penuh empati. Dia terbiasa belajar hingga jam satu atau dua dini hari, apalagi saat menghadapi ujian. Sejak SD hingga SMP, prestasinya nyaris tak pernah luput dari ranking satu.
Tak hanya di akademik, Rofi juga piawai dalam literasi. Dia pernah memenangkan lomba puisi dan puisinya diterbitkan dalam buku “Catatan Perjuangan” bersama Najwa Shihab.
Ketertarikan Rofi terhadap dunia pertanian bukan tanpa alasan. Melihat ayahnya yang hidup dari sektor agrikultur sederhana, Rofi ingin membantu petani Indonesia lewat inovasi teknologi.
“Saya ingin masuk Kementerian Pertanian. Di Teknik Pertanian, saya lihat ada potensi besar untuk mengembangkan produksi dan sarana pertanian kita,” ucap Rofi penuh harap.