"Jadi beliau monitor sampai hari pendaftaran tutup, baru dia panggil saya," kenang Adit.
Adit pun kecewa dan marah, bagaimana tidak? Cita-citanya ingin masuk Akabri tidak kesampaian hanya karena ayahnya tidak memberikan surat izin orang tua.
Saking emosinya, Aditya meluapkan kemarahannya kepada kuas-kuas milik Hoegeng yang digunakan untuk melukis. Tanpa pikir panjang semua kuas tersebut digunduli.
Ketika Hoegeng pulang bekerja, dia meminta pembantu untuk memanggil anaknya laki-lakinya itu. Namun, karena sudah terlanjur kesal dan marah Aditya menolak bertemu dengan bapaknya.
Pada akhirnya, Jenderal Hoegeng sendiri yang datang ke kamarnya dan mengajak anaknya tersebut berbicara dari hati ke hati. Dengan perasaan yang masih gondok, akhirnya Adit mau keluar kamar dan berbicara di meja makan bersama ayahnya.
Selama pembicaraan, dia sama sekali tidak mau melihat wajah ayahnya karena masih kesal atas kejadian sebelumnya.
"Kala itu bapak bilang, Dit sekarang kita bicara antara Hoegeng dengan dirimu, antara anak dan ayah," kata Adit mengulangi pembicaraan saat itu.
Sebelum masuk pada topik utama, Hoegeng terlebih dahulu mengatakan kepada anaknya tersebut jangan berkomentar atau menyanggah sebelum dia selesai bicara.