Kisah Manusia Gerobak, Tak Punya Pilihan Jalani Hidup Keras di Perkotaan

Achmad Al Fiqri
Ulik, manusia gerobak di Mampang Prapatan (foto: MPI/Achmad Al Fiqri)

JAKARTA, iNews.id - Manusia gerobak kerap ditemukan di berbagai sudut kota dewasa ini. Manusia gerobak identik dengan gerobak berukuran 2x1 meter sebagai alat bantu dalam mencari nafkah sebagai pemulung.

Fenomena manusia gerobak bukan saja disebabkan kemiskinan, tetapi juga karena masalah sosial dan budaya. Ada dorongan keinginan manusia gerobak untuk bisa bekerja di perkotaan.

Manusia gerobak menyadari situasi dan posisi mereka di perkotaan, serta narasi kehidupan yang keras dan lebih individualis.

Sebagai alat kerja, gerobak berfungsi sebagai pendukung pekerjaan memulung, tempat menyimpan barang-barang bekas dan alat transportasi. Sebagai rumah, gerobak juga adalah tempat tidur, mengasuh anak dan menyimpan barang-barang serta makanan.

Seperti kisah Ulik (57), pemulung di pinggir Jalan Mampang Prapatan Raya, Jakarta Selatan. Terlihat di samping gerobaknya, anak Ulik tengah tertidur pulas beralaskan selembar tikar kertas. Meski waktu menunjukan pukul 23.00 WIB, Ulik masih sibuk menata barang rongsokan yang dia pungut di sepanjang jalan.

Tampak raut lelah terpancar dari wajah pria yang berasal dari Banten itu. Satu per satu, barang rongsokan seperti kardus hingga botol plastik dia masukan ke dalam gerobak yang berukuran tak lebih dari dua meteran persegi.

Ulik menekuni pekerjaan memulung selama 20 tahun. Dia tak punya pilihan lain mencari pundi-pundi uang di kampung halamannya, Banten.

"Ya namanya bodoh (nggak bisa bekerja lain)," kata Ulik saat berbincang di pinggir Jalan Mampang Prapatan, Senin (14/11/2022) malam.

Bagaimana Ulik bisa melakoni pekerjaan memulung di Jakarta? Bermula ketika dirinya diajak rekannya di kampung halaman. Tawaran itu tak bisa ditolak lantaran dirinya tak punya pilihan mencari nafkah di Banten.

"Bingung, kalau ke sini kan cuma kakinya saja harus kuat. Kalau di kampung nangis, kerjaan nggak ada. Kerjaannya ngerambat setengah hari dibayar Rp10.000. Mana cukup!" ucap Ulik.

Setelah menjalani aktivitas memulung, dia merasa nyaman lantaran pekerjaan itu tak menuntut macam-macam. "Ya rupanya kerjanya enak, ringan, ya lumayanlah untuk makan anak-anak cukup," ucapnya.

Dalam sehari, Ulik bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp70.000. Uang itu dia gunakan untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Kendati relatif kecil, dia tetap bersyukur akan pendapatannya.

"Cukup nggak cukup ya gimana lagi," kata Ulik.

Ulik kerap membawa buah hatinya memulung. Tujuannya agar ada orang yang iba kepadanya. "Yang penting bawa anak-anak biar dikasih Rp2.000 atau Rp5.000," ucapnya.

Editor : Reza Fajri
Artikel Terkait
Nasional
31 hari lalu

Prabowo: Kemiskinan Terjadi karena Pemimpin Tak Pandai-Andal

Bisnis
1 bulan lalu

Peringati HUT RI, Sri Mulyani: Terus Lawan Kemiskinan dan Ketertinggalan

Megapolitan
1 bulan lalu

TPA Galuga Bogor Longsor, 1 Orang Tewas Tertimpa Reruntuhan Sampah

Nasional
1 bulan lalu

Sri Mulyani: Sekolah Rakyat Ide Prabowo agar Anak Tak Terjebak Kemiskinan

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal