Ajarannya tegas, agama bukanlah sekadar ibadah personal, melainkan juga kewajiban sosial. Dia mengutuk kemewahan di tengah kemiskinan dan menekankan pentingnya hidup dalam kesederhanaan dan berbagi.
Bagi Sunan Drajat, Islam adalah agama kolektivitas, gotong royong dan persaudaraan. Dia sangat menentang gaya hidup egois yang hanya mementingkan diri sendiri, sementara tetangga hidup dalam derita.
Nilai-nilai ini sejalan dengan prinsip egalité dan fraternité yang bahkan baru dikenal di dunia Barat pada abad ke-18. Sementara jauh sebelumnya, Islam lewat ajaran para wali seperti Sunan Drajat telah lebih dulu mengajarkan persaudaraan dan keadilan sosial.
Tak hanya dalam dakwah dan sosial, Sunan Drajat juga dikenal sebagai pencipta gending Pangkur, salah satu karya budaya yang sarat makna moral dan spiritual. Ini menjadi bukti dakwah Sunan Drajat tidak kaku, melainkan penuh pendekatan budaya yang bisa diterima masyarakat Jawa pada masanya.
Selain berdakwah, Sunan Drajat turut menyokong berdirinya Kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa. Peran ini memperkuat pengaruh dakwah Islam sekaligus memperlihatkan bahwa peran Sunan Drajat tidak hanya spiritual, tapi juga politis demi mewujudkan tatanan sosial yang adil.
Dia aktif membantu masyarakat lemah bukan untuk nama, tetapi karena panggilan jiwa. Bagi Sunan Drajat, sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.