Kisah Tan Malaka Sempat Beri Wejangan Bung Karno soal Jakarta, Begini Isinya

Solichan Arif
Presiden Soekarno atau Bung Karno memiliki kekaguman tersendiri terhadap pemikiran politik Tan Malaka. (Foto: Istimewa)

Bagi Bung Karno, pertemuan itu sangat bermakna. Karenanya, saat berhadap-hadapan langsung, Bung Karno memanfaatkan kesempatan untuk menanyakan sejumlah pemikiran Tan Malaka, terutama isi dari buku "Aksi Massa".

Semua pertanyaan dijawab Tan dengan lugas. Dalam percakapan itu, Tan Malaka banyak menjelaskan soal strategi dan prospek revolusi Indonesia. Tan memberi saran tiga hal yang itu membuat Bung Karno semakin mengagumi pemikiran pendiri Partai Murba tersebut.

Pertama, pemerintahan RI hendaknya dipindah ke pedalaman. Kedua, orang-orang Belanda dan Inggris yang ada di Indonesia segera dipulangkan, dan ketiga menjadikan Jakarta sebagai medan pertempuran melawan pasukan sekutu yang telah memenangkan Perang Dunia II.

Bung Karno sempat mempersoalkan alasan usulan Jakarta menjadi medan pertempuran. Sebab sebelumnya dia banyak menerima saran yang isinya justru Jakarta hendaknya disterilkan dari pertempuran. Alhasil, Bung Karno mendapat penjelasan yang membuatnya semakin kagum dengan pemikiran Tan Malaka.

Saking terpesonanya, sampai-sampai Bung Karno berujar Tan layak menggantikan posisinya jika sesuatu yang buruk menimpa dirinya. 

“Kalau saya tiada berdaya lagi, kelak pimpinan revolusi akan saya serahkan kepada saudara (Tan Malaka),” kata Bung Karno.

Pada pertemuan kedua di rumah Moewardi, pemimpin Barisan Pelopor di daerah Mampang, Jakarta, Bung Karno kembali mengulangi ucapannya. Dia menegaskan Tan Malaka layak menjadi pengganti jika dirinya mengalami hal tak terduga yang mengancam keselamatannya.

Soebardjo yang mendengar cerita itu dari Tan Malaka menangkap apa yang disampaikan Bung Karno sebagai keseriusan sesama pejuang kemerdekaan. Dia lantas meminta Bung Karno menuliskan pernyataan itu di atas kertas, menjadi semacam testamen atau wasiat politik.

Bung Hatta yang diberitahu hal itu meminta pengganti yang dimaksud bukan hanya Tan Malaka, tapi ditambah Sutan Sjahrir yang mewakili kelompok kiri tengah, Wongsonegoro yang mewakili kelompok kanan dan golongan feodal serta Sukiman mewakili kelompok Islam.

Pada 1 Oktober 1945 di rumah Soebardjo, pertemuan digelar. Namun Sjahrir, Wongsonegoro, dan Sukiman tidak hadir. Diputuskan Iwa Kusumasumantri menggantikan Sukiman dengan pertimbangan teman dekat Sukiman di Masyumi. Soebardjo mengetik testamen politik itu dan langsung ditandatangani Soekarno dan Hatta.

Sayangnya, belakangan diketahui Soebardjo tidak melaksanakan tugasnya memberikan testamen politik itu kepada Sjahrir dan Wongsonegoro. Sementara atas usul Hatta, Tan Malaka lantas meninggalkan Jakarta, berkeliling Jawa untuk memperkenalkan diri kepada rakyat.

Dalam perjalanannya, Tan Malaka kemudian terbunuh di Selopanggung, Kabupaten Kediri pada 21 Februari 1949. Seperti yang tertulis dalam “Soekarno Poenja Tjerita, Yang Unik dan Tak Terungkap Dari Sejarah Soekarno”. Konon surat wasiat itu kemudian dihancurkan Bung Karno dengan cara dirobek-robek dan dibakar pada tahun 1964.

Editor : Rizal Bomantama
Artikel Terkait
Soccer
3 hari lalu

Filosofi Emas Trofi Soekarno Cup 2025: Simbol Gotong Royong dan Semangat Pemuda Indonesia

Soccer
3 hari lalu

Soekarno Cup II 2025 Resmi Dibuka! Liga Kampung Hadirkan Nuansa Budaya Bali

Buletin
19 hari lalu

Begini Penampakan Kepala Patung Bung Karno yang Miring, Pemkab Indramayu Ungkap Penyebabnya

Nasional
1 bulan lalu

Megawati di Seminar Internasional: Bung Karno Ayahku, Pemimpin dan Pahlawan Kita

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal