Upaya pendaratan tidak berjalan mulus sama sekali karena kondisi geografis berupa hutan belantara yang sangat padat. Pesawat harus berputar-putar sebelum anggota tim terjun.
Tidak ada satu pun rencana pendaratan yang sesuai rencana, semua meleset dari titik awal. Ada yang tersangkut pohon, ada yang mendarat di tengah kampung, dan ada yang jatuh cukup jauh sampai keesokan harinya baru ditemukan.
Nahas, Lettu Sintong mendarat di tengah kampung dengan sambutan todongan tombak, panah serta kapak batu masyarakat belantara Papua. Sebagai personel TNI, Sintong langsung bergerak sesuai nalurinya dengan memegang senapan dan siap menembak.
Namun dia terkejut karena semua pelurunya jatuh bertebaran di antara kaki penduduk desa yang sudah marah. Sekonyong-konyong dirinya teringat pesan pastor Papua tentang cara menyapa dan meluluhkan hati masyarakat pedalaman Papua.
Caranya yaitu membuka tangan sambil tersenyum. Hal itu pun dilakukan Sintong meski terbayang-bayang cerita praktik kanibalisme yang dilaporkan kerap terjadi di tengah belantara Papua pada masa itu.
Sintong segera melakukannya setelah teringat pesan Pangdam bahwa operasi kali ini merupakan operasi kemanusiaan dan bukan operasi perang. Dia pun membuka tangan sambil tersenyum.