JAKARTA, iNews.id – Fredrich Yunadi kembali memprotes Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal imunitas advokat. Dia berulang kali menyebut bahwa advokat memiliki imunitas sehingga tidak dapat dijerat secara pidana maupun perdata ketika membela kliennya.
Dalam kasus penangkapan dan penahannya terhadap dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fredrich mengatakan seharusnya keputusan sidang etik profesi diutamakan sebelum menjeratnya.
“Tentu tahu putusan MK, ya kan? Advokat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata selama menjalankan tugasnya dengan itikad baik. Yang bisa menentukan itikad baik seorang advokat itu siapa? Kan ada dewan kehormatan yang melakukan sidang kode etik," ujar Fredrich di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (17/1/2018).
Fredrich mengatakan bahwa Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sudah membuat surat kepada KPK untuk meminta kesempatan kepada organisasi untuk melakukan sidang kode etik jika memang melanggar kode etik. Namun tak pernah mendapat kesempatan, Fredrich pun juga menyindir KPK yang seolah-olah disebut telah semena-mena terhadap dirinya.
"Kan omongannya organisasi lain dianggap angin, kan mereka yang punya NKRI gimana sih, ya kita nggak bisa berbuat apa-apa," kata Fredrich.
Sementara itu, Komisi Pengawas Peradi yang mendatangi KPK hari ini berharap jika audiensinya soal sidang kode etik bisa dilakukan di KPK, karena kini Fredrich dalam posisi yudisial di lembaga antirasuah itu.
"Kode etik dengan proses hukum itu tidak ada ketentuannya harus etik dulu baru disidik, atau disidik dulu baru etik. Makanya, kita koordinasikan bagaimana baiknya. Ke sini untuk memeriksa tersangka dalam rangka kode etik mungkin tidak perlu di luar," ungkap anggota Komisi Pengawas Peradi, Kapusdin Noor.
Di samping itu, anggota Komisi Pengawas Peradi yang lain, Rasyid Ridho mengatakan bahwa pembelaan terhadap klien harus dilakukan dengan itikad baik tanpa mengarang atau membuat skenario alasan dan dalil.
"Itikad baik itu misalnya mengarang bukti palsu, itu itikad baik bukan? Tidak boleh mengarang bukti, mengarang alibi, nyuruh tersangka berkata palsu atau melarikan diri. Tanyakan ke nuraninyalah dia itu salah atau enggak," kata Rasyid.
Diketahui, Fredrich diduga telah bersekongkol dengan dokter untuk memanipulasi data medis Novanto agar bisa dirawat untuk menghindari pemeriksaan KPK pada pertengahan 15-16 November 2017 lalu. Selain itu Fredrich diduga telah memesan kamar RS Medika Permata Hijau sebelum Novanto mengalami kecelakaan.
Atas dugaan itu, Fredrich dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara dan minimal tiga tahun penjara.