Selain itu, pelecehan terhadap wanita Indonesia oleh tentara Jepang turut menyulut kemarahan prajurit PETA.
Latar belakang perlawanan PETA di Blitar terhadap Jepang bermula pada September 1944. Shodancho Supriyadi mulai merencanakan pemberontakan merespons penderitaan rakyat Indonesia.
Pada 14 Februari 1945, dipilih sebagai waktu yang strategis karena pada hari itu dijadwalkan pertemuan seluruh anggota dan komandan PETA di Blitar.
Dalam aksi pemberontakan pada pukul 03.00 WIB, pasukan PETA menyerang dengan menembakkan mortir ke Hotel Sakura, kediaman perwira militer Jepang. Markas Kempetai juga diserang dengan senapan mesin.
Aksi lainnya termasuk merobek poster bertuliskan "Indonesia Akan Merdeka" dan menggantinya dengan tulisan "Indonesia Sudah Merdeka!" sebagai simbol perlawanan.
Namun, pemberontakan tidak sesuai rencana. Supriyadi gagal menggerakkan satuan lain, dan Jepang segera merespons dengan mengirimkan pasukan militer untuk memadamkan pemberontakan.
Akibatnya, 78 orang perwira dan prajurit PETA ditangkap dan diadili di Jakarta.