JAKARTA, iNews.id - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut pada tahun 2017 Indonesia mendapatkan pulau baru di kawasan Aceh Barat. Menurutnya pulau baru itu memiliki luas 2.000 kali lipat dibandingkan Sipadan-Ligitan yang lepas dari Indonesia tahun 2002.
Dia menegaskan hal tersebut tak pernah mendapat pujian dan pengakuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Berbeda ketika Sipadan-Ligitan lepas dari Indonesia di mana publik bersuara keras serta menganggap pemerintah gagal dalam menjaga aset teritorial Indonesia.
Namun Mahfud tidak menjelaskan lebih lanjut secara rinci data pulau baru yang dimaksud. Namun berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada 2017 lalu, Indonesia secara resmi melaporkan 2.590 pulau bernama ke PBB sehingga pulau bernama di Indonesia bertambah menjadi 16.056 pulau.
Dikutip dari website resmi kkp.go.id, Rabu (16/12/2020), pada 2017 lalu, KKP bersama delegasi Indonesia yang diketuai Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) menghadiri 30th Session of the The United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) dan 11th Session United Nations Conference on the Standardization of Geographical Names (UNCSGN) yang berlangsung pada 7-18 Agustus 2017 di New York, Amerika Serikat.
UNGEGN melalui 24 divisi geografis/linguistik dan kelompok kerja menangani masalah pelatihan, digital file data dan gazetteers, sistem romanisasi, nama negara, terminologi, publisitas, dan pendanaan serta pedoman toponimi.
Tujuan UNGEGN bagi setiap negara yaitu memutuskan pembakuan nama geografis berstandar nasional melalui proses administrasi yang diakui oleh National Names Authority dari masing-masing negara dan didistribusikan secara luas dalam bentuk standar nasional seperti gazetteers, atlas, basis data berbasis web, pedoman toponimi atau nama, dan lain-lain. Sebagai dasar perlunya standarisasi global nama geografis, UNGEGN mengutamakan pencatatan nama lokal yang digunakan dan mencerminkan bahasa dan tradisi suatu negara.