JAKARTA, iNews.id - Perubahan mekanisme verifikasi partai politik (parpol) dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Kesepakatan tersebut diambil dalam rapat konsultasi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), DPR dan pemerintah.
Pendiri sekaligus penasehat Constitutional and Electoral Reform Center (Correct) Hadar Nafis Gumay mengatakan, verifikasi faktual hasil rapat konsultasi di luar maksud putusan MK. Menurutnya, verifikasi tersebut dilakukan secara setara dan adil kepada semua partai politik.
"Hasil pertemuan sepakat mengubah verifikasi. Mengubah proses yang ada dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), maka tidak sesuai lagi dengan verifikasi faktual yang dimaksud dalam putusan MK," ujar Hadar di Jakarta, Sabtu (20/1/2018).
Mantan komisioner KPU itu mengatakan, kesepakatan yang diambil tetapi melanggar putusan MK memiliki konsekuensi hukum. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan kebijakan yang dikeluarkan akan dihujani gugatan dari sejumlah pihak.
"Potensi tentu ada oleh pihak yang dirugikan, antara lain parpol yang tidak lolos. Bisa ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bahkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," ucapnya.
Dia menilai, kesepakatan rapat konsultasi yang berlangsung hingga larut malam kental nuansa politik. Menurutnya, kesepakatan condong menguntungkan partai politik yang sedari awal menolak verifikasi. Indikasi tersebut dapat dilihat dari kesepakatan yang mengatur tentang proses verifikasi keanggotaan yang kini hanya menggunakan uji petik.
PKPU Nomor 11 Tahun 2017 menjelaskan uji petik hanya dilakukan apabila keanggotaan partai lebih dari 1000 dengan persentase uji petik 10 persen. Namun hasil rapat konsultasi menyepakati uji petik untuk seluruh proses verifikasi keanggotaan, 5 persen untuk partai dengan keanggotaan di atas 1000 dan 10 persen bagi partai dengan keanggotaan di bawah 1000.