JAKARTA, iNews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin menetapkan status mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buron. Kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail, menilai penetapan status itu terhadap kliennya itu berlebihan.
“Terkait dengan penetapan Pak Nurhadi masuk dalam daftar DPO, menurut hemat saya itu tindakan yang berlebihan,” kata Maqdir kepada wartawan di Jakarta, Jumat (14/2/2020).
Menurut dia, tidak sepatutnya KPK terburu-buru menetapkan status tersebut. Dia pun meminta kepada lembaga antirasuah untuk memastikan kembali surat panggilan terhadap Nurhadi. “Coba tolong pastikan dulu apakah surat panggilan telah diterima secara patut atau belum oleh para tersangka,” ujarnya.
Di samping itu, dia menilai seharusnya KPK menunda terlebih dulu agenda pemanggilan. Pasalnya, saat ini Nurhadi lewat tim kuasa hukumnya tengah mengajukan kembali permohonan praperadilan atas kasus yang menyeretnya. “Permohonan penundaan pemanggilan ini kami sudah sampaikan kepada KPK,” ucapnya.
Sebelumnya, KPK resmi memasukkan nama Nurhadi ke dalam DPO. Nurhadi adalah tersangka kasus suap dan gratifikasi perkara di MA 2011-2016.
Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Nurhadi ditetapkan status DPO setelah dua kali mangkir dari jadwal pemeriksaan KPK sebagai tersangka. “Kami sampaikan hari ini KPK telah menerbitkan daftar pencarian orang atau DPO kepada Nurhadi,” ujar Ali di Gedung KPK, Kamis (13/2/2020) malam.