JAKARTA, iNews.id - Pemerintah mengklarifikasi polemik sanksi pidana terhadap kiai dan kalangan pondok pesantren (ponpes) melalui RUU Cipta Kerja jika disahkan menjadi UU. Polemik tersebut dinilai tidak benar.
Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengatakan, penyelenggaraan pesantren diatur melalui UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Masalah pendirian pesantren merujuk pada UU tersebut dan tidak ada aturan tentang sanksi pidana di dalamnya.
"Pemerintah punya UU tersendiri yang mengatur pesantren. Tidak ada sanksi pidana," ujar Fachrul di Jakarta, Senin (31/8/2020).
Dia menuturkan, pendirian pesantren, Pasal 6 UU 18/2019 mengatur ponpes didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam dan/atau masyarakat. Pendirian pesantren wajib berkomitmen mengamalkan nilai Islam moderat, berdasarkan Pancasila, UUD 1945 serta Bhinneka Tunggal Ika.
Pesantren, kata dia juga harus memenuhi sejumlah unsur, yaitu kiai dan santri yang bermukim di pesantren, pondok atau asrama, masjid atau musala dan terdapat kajian Kitab Kuning (Dirasah Islamiyah) dengan pola pendidikan Muallimin.
"Jika persyaratan itu sudah terpenuhi, maka pesantren memberitahukan keberadaannya kepada kepala desa atau sebutan lain sesuai dengan domisili pesantren. Selanjutnya, penyelenggara mendaftarkan keberadaan pesantren kepada Menteri," ucapnya.
Sebelumnya, viral di media sosial mengenau RUU Cipta Kerja mengancam eksistensi pesantren dan membuka peluang pemidanaan ulama dan atau kiai pengasuh pondok tradisional. Pandangan itu didasarkan pada rencana perubahan Pasal 62 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang mencabut kewenangan perizinan dari pemerintah daerah.