Dilansir dari situs resmi Masjid Cut Meutia, bangunan dengan atap kubah kuno dan jendela-jendela besar itu dulunya berfungsi sebagai kantor biro arsitektur dan pengembang yakni N.V. De Bauploeg.
Gedung tersebut selesai dibangun pada tahun 1912 dan dari waktu ke waktu beralih fungsi, baik dari zaman pemerintahan Hindia Belanda, hingga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Berawal dari kantor biro, kemudian dilanjutkan lagi sebagai kantor pos, kantor Jawatan Kereta Api Belanda, hingga kantor Kempetai Angkatan Laut Jepang.
Lepas dari zaman penjajahan Belanda maupun Jepang, gedung tersebut sempat dipakai sebagai Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, lalu menjadi kantor Dinas Perumahan, perusahaan daerah air minum, dan kantor pos.
Selain itu, gedung tersebut pernah pula ditempati Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pimpinan Jenderal AH Nasution. MPRS kemudian berpindah tempat ke Senayan.
Sejak saat itu, gedung di kawasan Menteng ini tak lagi dipergunakan untuk keperluan kantor pemerintah. AH Nasution kemudian menyarankan agar gedung itu dijadikan sebagai masjid.
Pertimbangannya, daerah sekitar Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat belum banyak terdapat masjid. Tapi niatan baik itu tak langsung terlaksana.
AH Nasution mengawali niat tersebut dengan membentuk remaja masjid Cut Meutia terlebih dahulu pada tahun 1984. Tujuannya tentu saja mengurus keperluan masjid hingga membuat masjid lebih makmur.
Pada tahun 1987, bangunan khas era Belanda itu resmi beralih fungsi menjadi masjid yang bernama Cut Meutia, pahlawan nasional perempuan asal Aceh.
Penetapan Masjid Cut Meutia secara resmi melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 5184/1987 tertanggal 18 Agustus 1987, yang saat itu Gubernur DKI Jakarta dijabat oleh R Soeprapto sebagai Gubernur ke-9 yang menjabat sejak 1982-1987.
Hingga sekarang, Masjid Cut Meutia masih jadi satu dari sederet masjid favorit di Jakarta karena bentuk bangunan ala Eropa yang mempesona sehingga lain dari masjid pada umumnya.