Meski termasuk keluarga terpandang, sejak kecil MH Thamrin terbiasa bermain dengan anak-anak dari kalangan jelata. Dia menyaksikan dan merasakan bagaimana kepahitan hidup yang dijalani orang kelas bawah.
Sejak duduk sebagai anggota dewan, MH Thamrin tampil sebagai sosok pembela rakyat kecil. Pada 1919, di usia 25 tahun, MH Thamrin memulai debut politiknya di Gemeenteraad atau DPRD.
Tuntutannya agar pemerintah memperhatikan warga di kampung-kampung di Jakarta ditindaklanjuti dengan dibuatnya saluran air besar sehingga kampung terhindar dari banjir. Tahun 1927, dia diangkat jadi anggota Volksraad (DPR).
Kala itu, dia mendesak agar perlakuan buruk terhadap buruh di Sumatera Timur dihentikan. Kemudian, pada 1939, MH Thamrin menjadi Wakil Ketua Partai Indonesia Raya.
Dia memperjuangkan penggantian istilah inlander menjadi Indonesia atau Indonesisch. MH Thamrin menjadi tahanan rumah pada 6 Januari 1941 karena dianggap berkhianat terhadap pemerintah Belanda.
Meski kala itu dia tengah sakit, pikiran dan perhatiannya selalu tertuju pada rakyat. Hingga akhirnya, dia meninggal dunia pada 11 Januari 1941.
MH Thamrin diantar oleh ribuan orang ke peristirahatan terakhirnya di TPU Karet Bivak, Jakarta. Da ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 1960.