Mengenal Ritual Sakral Marapu di Sumba, Tradisi Menyimpan dan Makamkan Jenazah

Maria Alexandra Fedho
Ritual Sakral Marapu di Sumba, di antaranya tradisi menyimpan dan memakamkan jenazah (Foto: Kemendikbud)

JAKARTA, iNews.id - Ritual sakral Marapu di Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), sudah ada sejak masa lalu. Pulau Sumba terkenal di kalangan bangsa Eropa. Para pelaut Eropa menyebut pulau ini dengan dua nama, yaitu Chendan Island (Pulau Cendana) dan Sandalwood Island atau pulau penghasil kuda sandel. 

Sumba merupakan bagian dari gugusan pulau yang dahulu disebut sebagai Sunda Kecil, terdiri dari Bali, Lombok, Sumba, Flores, dan Timor. Gugusan pulau ini kemudian menjadi sebutan 'Nusa Tenggara' oleh Prof Muhammad Yamin mengacu pada posisinya yang berada di sudut tenggara gugusan kepulauan Indonesia. 

Sebelum masuknya agama ke Sumba, di antaranya dibawa pendatang Eropa, warga pribumi menganut Marapu, keyakinan lokal yang memuja para leluhur. Dari segi etimologis, Marapu merupakan gabungan dari dua kata yang bila dipisah menimbulkan makna berbeda. 

Menurut L Ovlee, dikutip dari jurnal 'Ritual Marapu di Masyaraka Sumba Timur' terbitan Universitas Negeri Surabaya, Marapu berasal dari dua kata, yakni ma dan rappu. Ma bermakna yang sedangkan rappu bermakna dihormati, disembah dan didewakan. Maka Marapu merujuk pada sesuatu yang dihormati, disembah, dan didewakan. 

Masyarakat Sumba menyebut nenek moyang mereka dengan Marapu. Dalam kosmologi masyarakat Sumba, alam semesta terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan atas (langit), tengah (bumi), dan bawah (dalam bumi). Dewa para Marapu dipercaya tinggal di langit yang terdiri atas delapan lapis berbentuk kerucut. Bagian atas area paling sempit, sedangkan paling bawah lebih luas.

Lapis pertama disebut Awangu Walu Ndani. Marapu tinggal bersama di lapis pertama hingga keenam. Pada lapis keenam, Marapu Tara Hau-Lulu Weu menempa emas untuk dijadikan bulan dan matahari sehingga tempat tersebut menjadi terang. 

Para Marapu kemudian turun ke lapis ketujuh lalu kedelapan atau terakhir. Di lapis paling bawah mereka melihat dataran sangat luas namun masih berupa air, sehingga tidak mungkin dijadikan tempat tinggal. Para Marapu diizinkan tinggal di dataran baru itu dengan terlebih dulu menaburkan batu dan tanah. Batu dan tanah yang ditaburkan menjelma jadi pulau-pulau besar dan kecil sehingga bisa ditinggali. Lalu dengan menggunakan Panongu Bahi dan Panongu Atu (tangga besi dan teras batu), mereka turun ke tanah yang disebut Malaka Tana Bara. Para Marapu inilah yang dianggap sebagai nenek moyang masyarakat Sumba. 

Editor : Anton Suhartono
Artikel Terkait
Nasional
10 hari lalu

Jenazah Antasari Azhar Disalatkan di Masjid Asy-Syarif Tangsel

Seleb
1 bulan lalu

Jenazah Ibu Olla Ramlan Dimakamkan, Sean Mikael Turun ke Liang Lahat

Seleb
1 bulan lalu

Tangis Olla Ramlan Pecah Mandikan Jenazah Ibu Tercinta sebelum Dimakamkan Sore Ini

Megapolitan
1 bulan lalu

Dalami Identitas Terapis Berusia 14 Tahun Tewas di Pejaten, Polisi Koordinasi dengan Dukcapil

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal