Misbakhun merinci temuan data dari salah satu BUMN, PLN yakni kompensasi Kuartal I 2025 (berasal dari beban kuota 2024) yang belum dibayar sebesar Rp27,6 triliun, Diskon listrik yang belum dibayar sekitar Rp13,6 triliun dan Kekurangan subsidi tahun 2024 sebesar Rp3,82 triliun.
Politisi Partai Golkar ini menekankan adanya masalah tata kelola yang berulang terkait skema pembayaran yang disebut biaya kompensasi. Dia menjelaskan, subsidi yang melewati kuota pada tahun berjalan akan menjadi beban kompensasi yang dialokasikan di APBN tahun berikutnya.
"APBN di tahun berjalan harus bertanggung jawab terhadap subsidi di tahun sebelumnya. Dalam bentuk biaya kompensasi," ucap Misbakhun, seraya meminta Purbaya merumuskan ulang mekanisme ini.
"APBN di tahun berjalan masih menanggung kompensasi dari tahun sebelumnya," tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Purbaya mengklarifikasi bahwa dana kompensasi sebetulnya dianggarkan di tahun yang sama, namun pembayaran terlambat beberapa bulan karena harus mengikuti prosedur verifikasi dan audit yang melibatkan BPK dan BPKP.
Dia mengakui bahwa keterlambatan pembayaran sering mencapai empat hingga lima bulan. Purbaya berjanji akan memperbaiki proses ini secepat mungkin.
"Ke depan mungkin akan kita perbaiki itu prosesnya secepat mungkin, sehingga 1 bulan setelah mereka ajukan kita bisa keluarkan uangnya," katanya.