JAKARTA, iNews.id – Kabar baik bagi karyawan yang hendak menikahi rekan kerja satu kantor. Mereka kini tak perlu lagi khawatir harus keluar dari tempatnya bekerja. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan, aturan perusahaan yang melarang pernikahan karyawan dengan rekan kerja satu kantor bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Putusan MK tersebut tertuang dalam Putusan Nomor 13/PUU-XV/2017. MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 153 Ayat 1 Huruf f Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diajukan delapan pegawai swasta. Mereka yakni Jhoni Boetja, Edy Supriyanto Saputro, Airtas Asnawi, Syaiful, Amidi Susanto, Taufan, Muhammad Yunus, dan Yekti Kurniasih.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat dalam sidang pleno di gedung MK, Jakarta, Kamis (14/12/2017).
Dalam permohonan uji materi tersebut, para pemohon meminta agar Mahkamah membatalkan Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan sepanjang frasa 'kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama'.
Mereka menilai pasal tersebut menjadi alasan bagi pengusaha untuk melarang perkawinan sesama pekerja dalam suatu perusahaan yang sama.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan, pertalian darah atau perkawinan merupakan takdir, hal yang tak dapat dielakkan. Selain itu, dengan adanya perkawinan, tidak ada hak orang lain yang terganggu.
Mahkamah juga menyatakan, adanya syarat pekerja atau buruh tidak boleh mempunyai pertalian darah atau perkawinan dengan pekerja lain dalam satu perusahaan dan menjadikan hal itu sebagai alasan pemutusan hubungan kerja tidak sejalan dengan norma Pasal 28 D Ayat (2) UUD 1945 serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
”Membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah adalah hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28B ayat (1) UUD 1945. Hal itu ditegaskan pula dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” kata Arief.
Selain mengabulkan permohonan, MK juga menyatakan frasa "kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama" dalam Pasal 153 Ayat 1 Huruf f bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.