Setalah menghapus data awal yang ada di sertifikat dengan cairan pemutih, selanjutnya diganti mencetak ulang isi sertifikat. Tak sampai di situ, pelaku juga masuk ke akun Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP) milik pelaku DK untuk mengganti data.
"Nanti setelah bersih (sertifikat) mereka masukan data pemilik baru sesuai dengan pemohon kepada mereka kepada calo-calo ini," tuturnya.
Kepada pemohon, para pelaku mematok tarif sekitar Rp25 juta. Aksi pemalsuan ini sudah dilakukan komplotan tersebut sejak tahun 2020 dengan kerugian masyarakat kurang lebih Rp10 miliar.
"Pelaku dijerat dengan Pasal 378, 263 serta Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman enam tahun penjara. Barang buktinya ada 24 sertifikat tanah yang diproses pelaku AR dan lainnya. Kami sedang melakukan pendalaman terus ada tidaknya keterkaitan perangkat deda atau lainnya dalam kasus ini," tuturnya.