JAKARTA, iNews.id - Ombudsman menyoroti kebijakan perberasan nasional yang belum stabil. Kondisi ini berdampak pada kenaikan harga beras, lambatnya penyaluran stok, serta ketidakpastian bagi pelaku usaha.
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika meminta pemerintah segera menata kebijakan agar masyarakat tetap mendapat akses pangan dengan harga wajar.
Berdasarkan catatan Badan Pangan Nasiona (Bapanas), kata dia, stok beras Juli 2025 tertinggi sepanjang sejarah yakni mencapai 4,2 juta ton. Sebagai perbandingan pada 1984 dan 1997, stok beras tertinggi hanya sekitar 3 juta ton.
Menurutnya, angka tersebut memang terlihat baik, namun stok besar belum tentu aman jika tidak dikelola dengan hati-hati. Dia menegaskan swasembada bukanlah capaian sesaat, melainkan keberlanjutan
“Jika stok itu gambaran swasembada maka concern Ombudsman bukan swasembada di satu titik melainkan swasembada berkelanjutan. Apa artinya kita merayakan swasembada tapi akhirnya mengimpor lagi. Itulah perlunya membuat kebijakan yang lebih terencana dengan baik sehingga target swasembada diterapkan dengan tujuan sebenarnya,” ucap Yeka dalam Diskusi Publik Paradoks Kebijakan Hulu-Hilir Perberasan Nasional di Gedung Ombudsman, Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Yeka juga menjelaskan kebijakan any quality dengan harga gabah Rp6.500 per kg dan penumpukan stok di Bulog sempat meningkatkan Nilai Tukar Petani Beras (NTPb) hingga 120. Namun pasca kebijakan tersebut, harga gabah melonjak ke Rp 7.500–8.000 per kg dan harga beras melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET).