Narasi tersebut, menurut Nyarwi, jelas-jelas menarget pemilih muslim. Yang ditarget tidak hanya mereka yang bergabung dalam Gerakan 212, melainkan juga mereka yang tidak puas dengan gaya Jokowi dalam berkomunikasi dengan para ulama, khususnya di kalangan muslim perkotaan.
“Ini menjadi strategi komunikasi dan marketing politik yang cukup canggih,” tutur doktor bidang komunikasi dan marketing politik lulusan Universitas Bournemouth, Inggris, itu.
Nyarwi berpendapat, jika nanti hanya ada dua poros dan; kondisi parpol koalisi di dua kubu tersebut tidak berubah, serta; isu-isu yang berkembang di kalangan pemilih yang ditarget tidak banyak mengalami perubahan, maka kubu Jokowi perlu bekerja lebih keras lagi untuk dapat memenangkan Pilpres 2019.
“Sebagai nonpetahana, kubu pendukung Prabowo memiliki lebih banyak ruang untuk bermanuver. Mereka juga disatukan dengan semangat 2019 Ganti Presiden,” kata Nyarwi.
Menurut dia, meski tagar 2019 Ganti Presiden hanya sebatas wacana di kalangan kelas menengah, semangat yang dibangun oleh gerakan itu bisa melahirkan para relawan baru yang lebih solid dan berkekuatan besar sehingga bisa menggerus kerja-kerja mesin politik Jokowi dan para relawannya.
“Kubu Jokowi harus lebih serius dan punya cara-cara yang lebih inovatif dalam merespons perkembangan tersebut. Tanpa usaha-usaha semacam itu, peningkatan elektabilitas Jokowi akan berjalan lambat,” ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM itu.