Kementerian Kominfo dalam mewujudkan langkah percepatan transformasi digital guna mewujudkan Indonesia Maju mengadakan pemerataan dan peningkatan kualitas konektivitas digital, penciptaan ruang digital yang bersih, sehat, dan produktif, serta peningkatan literasi dan kompetensi digital masyarakat, salah satunya melalui progam literasi digital.
Terkait dengan Pemilu damai 2024, Kominfo sendiri berupaya memberikan edukasi kepada masyarakat, pemilih secara umum, dan pemilih muda terus memberikan literasi digital untuk menghadapi Pemilu 2024.
“Sejauh mana pemilih muda teredukasi atau terliterasi digital untuk menghadapi gangguan Pemilu 2024, kalau anak muda itu sudah memahami cara kerja ruang digital, karena dalam menyikapi ruang digital itu ada prinsipnya. Prinsipnya adalah apa yang kita baca, apa yang kita lihat atau tonton itu tidak bisa langsung kita percayai, sampai memang diketahui dari sumbernya tepercaya. Anak muda juga tahu. Jadi kalau kita lagi ngomong di depan anak muda, lalu mereka malah buka-buka gadget, itu mereka lagi cek apa yang kita sampaikan bener atau nggak,” tutur Sammy.
Sementara itu Pegiat Media Sosial Wicaksana atau yang lebih dikenal dengan Ndoro Kakung menambahkan, menjaga kualitas demokrasi, kuncinya adalah adanya edukasi yang memiliki tujuan membekali masyarakat cakap digital yang mencakup empat pilar, yaitu keamanan digital, etika digital, masyarakat digital, dan budaya digital.
“Masyarakat memiliki bekal untuk mengahdapai apapaun yang terjadi. Yang mana edukasi melalui literasi digital salah satu tujuanya memberi edukasi kemasyarakat bukan hanya hoaks soal pemilu tetapi hoaks-hoaks yang lain. Ada ASN, TNI, Ibu Rmah Tangga dan lain – lain RT yang menjadi target sasaran literasi digital,” ujar Ndoro Kakung.
Menjelang Pemilu 2024, lanjut Ndoro, akan banyak bertebaran informasi hoaks di dunia digital atau media sosial seperti kampanye negatif dan kampanye hitam, pencemaran nama baik, fitnah, dan lain sebagainya. Untuk itu, masyarakat diharapkan tetap berhati-hati dan cerdas dalam menerima informasi apapun.
“Jangan mudah percaya apapun yang ada di internet, sekalipun itu di WhatsApp. Anggap apa yang di medsos itu belum tentu kebenarannya sampai ada fakta tentang informasi tersebut. Faktanya, peredaran konten-konten negatif ada di platform yang besar seperti FB, YouTube, aplikasi percakapan. Ini karena penggunanya juga besar,” ucap Ndoro Kakung.