"Diklat TNI harus menerapkan standar dan kriteria profesionalitas prajurit TNI yang baru sesuai parameter alutsista yang terintegrasi. Pembenahan Alutsista yang terintegrasi dan pembenahan kompetensi dan kapasitas tempur prajurit TNI sesuai Alutsista baru tersebut berujung pada pembenahan organisasi TNI," ujarnya.
Kualitas prajurit TNI berikutnya yang harus ditingkatkan menurut Susaningtyas yaitu kemampuan akademik baik di bidang metodologi, cara berpikir maupun di bidang komunikasi. Kualitas metodologi cara berpikir secara ilmiah sangat dibutuhkan para prajurit TNI untuk senantiasa menggunakan perspektif yang ilmiah di dalam menyelenggarakan operasi militer.
Sedangkan kualitas di bidang komunikasi sangat ditentukan kemampuan menggunakan bahasa-bahasa internasional. Sangat penting bagi prajurit TNI pada level tamtama dan bintara untuk mahir berbahasa Inggris.
"Kemampuan komunikasi antarbudaya juga harus ditingkatkan karena TNI juga berperan dalam menghadapi radikalisme maupun gejolak separatis," katanya.
Terkait dengan ancaman, dia mengatakan TNI juga harus fokus pada ancaman wilayah laut. Pelanggaran wilayah perairan ZEE Indonesia di Laut Natuna sudah berulang kali terjadi dengan modus yang sama, yaitu diawali dengan masuknya kapal ikan China yang kemudian di-back up oleh China Coast Guard (CCG).
Pelanggaran ini terjadi berulang karena China bersikeras melakukan klaim atas sebagian besar perairan Laut China Selatan yang dikenal dengan Nine Dashed Lines. Jadi, penting dipahami Cina tetap mengakui kedaulatan Indonesia atas Pulau Natuna dan Laut Teritorial Indonesia di Laut Natuna. Klaim Cina atas Nine Dashed Lines tumpang tundih dengan sebagian perairan ZEE Indonesia di Laut Natuna.
"Sedangkan wilayah udara, jika TNI AU konsisten dengan konsep netwok centric operation maka langkah awal adalah mulai menggeser kekuatan tempur utama TNI AU di wilayah perbatasan, mengingat jarak jelajah pesawat TNI AU sangat ditentukan dari mana pangkalan awalnya untuk airborne," tuturnya.