"Jadi memang di sini kita sudah tahu bahwa Amerika ingin kita membeli lebih banyak dari mereka untuk bisa mempersempit defisit. Kita melihat bahwa apa pun yang dilakukan oleh Indonesia tentunya semata-mata dari segi kepentingan Amerika," tambahnya.
Menurut Shinta, jika Amerika Serikat tetap memberlakukan tarif hingga 32 persen, maka yang sebenarnya dirugikan adalah konsumen akhir di Amerika sendiri. Sebab, mereka harus mengeluarkan biaya lebih tinggi karena menanggung beban tarif tersebut.
Shinta berharap, dengan bergabungnya Indonesia sebagai anggota BRICS, hal itu bisa menjadi peluang untuk diversifikasi pasar ekspor baru, sehingga pelaku usaha tidak terus bergantung pada pasar Amerika.
"Seperti sekarang juga Presiden ke BRICS dan lain-lain. Pasar BRICS itu besar sekali. Jadi, saya rasa diversifikasi pasar ekspor harus kita lakukan," ungkap dia.