“Hal ini merujuk pada penyusunan Kalender Hijriah Indonesia yang menggunakan kriteria Imkanur Rukyat MABIMS yaitu berdasarkan tinggi hilal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat yang diukur atau ditentukan di seluruh wilayah Indonesia,” tutur Adib.
Menurut dia, mekanisme penetapan awal bulan kamariah selain penentuan Ramadan, Syawal dan Zulhijjah merujuk kepada Kalender Hijriah Indonesia yang disusun Tim Hisab Rukyat Kemenag beserta pakar falak perorangan dari beberapa ormas Islam, pesantren dan perguruan tinggi.
Dia mengatakan, ada tiga metode penentuan awal bulan kamariah yang dianut masyarakat Indonesia. Ketiganya yakni rukyatul hilal, wujudul hilal, dan imkanur rukyat.
Rukyatul hilal, kata dia, merupakan observasi lapangan terhadap ketampakan hilal pada tanggal 29 bulan kamariah. Jika saat itu hilal terlihat, maka keesokannya adalah tanggal 1 bulan kamariah.
Sebaliknya jika hilal tidak terlihat, maka keesokan harinya adalah tanggal 30 bulan kamariah.
Sementara wujudul hilal, lanjut Adib, adalah metode yang menetapkan hilal dengan perhitungan (hisab) secara astronomis. Jika secara hisab tanggal 29 bulan kamariah hilal sudah di atas ufuk, maka keesokan harinya adalah tanggal 1 bulan kamariah tanpa ada kriteria berapa pun tinggi hilal.
“Terakhir metode imkanur rukyat yaitu metode yang mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal. Metode ini merupakan suatu metode yang menjembatani antara kriteria rukyatul hilal dengan kriteria wujudul hilal dengan menyepakati sebuah kriteria. Kriteria itu disusun berdasarkan data rukyat jangka panjang yang dianalisis dengan perhitungan astronomi (hisab),” jelas dia.