Sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, lanjutnya, Indonesia tidak boleh mundur ke belakang, yakni di era sebelum reformasi. Saat ini, penegakan hukum dan demokrasi yang menjadi cita-cita reformasi sedang terancam terkait penyelenggaraan Pemilu yang sarat pelanggaran TSM.
Gugatan yang diajukan paslon nomor urut 3 menjadi sebuah upaya untuk menegakkan demokrasi dan tuga MK untuk membereskan berbagai persoalan yang dilaporkan.
"Semua ini harus dibereskan dan MK adalah penjaga konstitusi yang mesti mengamankan konstitusi sekaligus demokrasi dan supremasi hukum. Inilah mimpi kita bersama, mudah-mudahan MK menjadi juru selamat kita semua," tuturnya.
Dia menambahkan, dalil yang telah disampaikan paslon nomor urut 3 terkait permohonan PHPU meminta agar MK memutuskan dilakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Indonesia maupun luar negeri. Hal itu bukan berarti pemilu harus diulang.
Hal itu, lanjut Todung, dilandasi data di TPS yang tidak sinkron, bahkan temuan terkait pemilih yang tidak dapat menyalurkan hak suaranya.
Menurut dia, tim kuasa hukum Ganjar-Mahfud menilai pelanggaran TSM yang dimulai dengan nepotisme yang melahirkan kolusi. Kemudian ada intervensi kekuasaan, penyalahgunaan bansos, kriminalisasi pejabat yang tidak mengikuti perintah dari kekuasaan, penurunan alat peraga kampanye paslon nomor urut 3, hingga intimidasi menjadi persoalan penyelenggaraan Pemilu yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
"Jangan lupa ada algoritma kekuasaan yang masuk ke algoritma IT, dan itu tidak bisa dideteksi karena KPU tidak bisa transparan. Inilah yang perlu diselidiki lebih lanjut dalam sidang di MK," katanya.