Media penyiaran dalam kebencanaan
Dengan banyaknya kejadian bencana terjadi, media penyiaran masih dapat diandalkan menjadi media penyampai informasi kebencanaan. Informasi disampaikan dapat mencakup prabencana berupa informasi prakiraan, terutama bencana yang dapat diprediksi seperti disebabkan oleh iklim (hidrometerologi) seperti angin puting beliung, hujan, banjir, dan lainnya. Disampaikan BNPB bahwa berkaitan dengan iklim, maka bencana tersebut bisa diprediksi. Sehingga langkah antisipasi sudah dapat disiapkan sebagai bagian dari edukasi prabencana.
Selain itu media penyiaran juga menjadi media yang sigap dalam menyampaikan terjadinya bencana dan saat tanggap darurat. Media penyiaran baik televisi dan radio setiap terjadi bencana sesegera mungkin memberitakan. Melalui breaking news, sekilas info maupun running text terutama televisi yang mengudara selama 24 jam memberikan informasi akan terjadinya bencana dimanapun berada dipenjuru Tanah Air. Pada kondisi pascabencana, media penyiaran tidak lepas dalam mengawal melalui pemberitaan maupun liputan khusus dilakukan. Memastikan upaya cepat dan tepat pemerintah dalam mengatasi kejadian.
Meskipun saat ini sumber informasi masyarakat semakin banyak, seperti media online dan media sosial. Namun, masyarakat masih tetap menunggu informasi disampaikan media penyiaran baik televisi maupun radio sebagi informasi valid terutama untuk mendapatkan update secara audio visual. Hidajanto Djamal & Andi Fachruddin (2013) mengatakan hal tersebut kerena media penyiaran mempunyai karakteristik yang unik atau spesifik dibandingkan dengan media cetak atau media massa lainnya.
Melalui media penyiaran, informasi dapat diterima pemirsa secara langsung atau biasa disebut dengan real time atau live. Semua kejadian atau peristiwa dapat secara langsung pada saat yang sama didengar/dilihat oleh pendengar/pemirsa dengan cakupan populasi yang sangat luas dan efektif.
Data Nielsen mengungkapkan bahwa penonton televisi masih pada urutan pertama dalam daftar konsumsi media masyarakat. Baru urutan berikutnya media sosial dan internet. Untuk itu peran media penyiaran dalam penyiaran kebencanaan baik prabencana, tanggap darurat maupun pascabencana masih sangat relevan dibutuhkan masyarakat. Terutama dalam memberikan edukasi kebencanaan.
Dalam peran kebencanaanya media penyiaran memiliki berbagai fungsi dan peran. Penulis membagi peran media penyiaran dalam kebencanaan setidaknya menjadi 4 bagian:
Pertama, sebagai sumber informasi cepat dan akurat. Peran media penyiaran efektif dalam penyampaian penyebaran informasi kebencanaan. Dengan kekuatan 728 jumlah lembaga penyiaran swasta (LPS) televisi yang tersebar di 34 provinsi (Data Sistem Informasi Manajemen Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran (SIMP3) Kominfo, 2020 ), serta lebih dari 3000 radio yang tersebar di Indonesia. Ditambah dengan Biro maupun kontributor disetiap daerah. Menjadikan media penyiaran sebagai media yang dapat dengan cepat dan sistematis menyampaikan informasi menjangkau hingga kepelosok desa di Indonesia.
Kecepatan informasi sampai ke masyarakat tentu dibarengi dengan akurasi atau kebenaran sumber informasi. Media penyiaran harus menyampaikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sangat besar pertaruhan media penyiaran jika memberikan informasi salah atau keliru karena langsung dapat diverifikasi kebenarannya oleh publik.
Untuk itu, informasi disampaikan harus selalu benar berdasarkan fakta, merujuk pada sumber informasi dari intansi berwenang maupun dari posko-posko resmi pemerintah. Ini menjadi pembeda dengan media sosial yang kadang menyampikan informasi bukan dari pihak berwenang bahkan hanya mengandalkan informasi sekilas belum tentu valid atau hoaks.
Selain tepat dan akurat, tidak kalah penting adalah pemahaman kebencanaan oleh awak media atau tim liputan di lapangan maupun di studio dalam penyiaran kebencanaan. Tingkat pemahaman awak media akan sebuah bencana menjadikan informasi yang disampaikan tidak hanya sekadar benar tapi juga memiliki rasa empati terhadap sebuah bencana yang terjadi.