Permendikbudristek PPKSP Resmi Diluncurkan sebagai Merdeka Belajar Episode ke-25

Sekar Paring Gusti
Mendikbudristek saat Peluncuran Merdeka Belajar episode ke-25 di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikbudristek, Jakarta, Selasa (8/8/2023). (Foto: dok Kemendikbudristek)

Selain itu, Permendikbudristek PPKSP juga menghilangkan area “abu-abu” dengan memberikan definisi yang jelas untuk membedakan bentuk kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi, dan intoleransi untuk mendukung upaya pencegahan, serta penanganan kekerasan.

Selain mengatur tindakan kekerasan, Permendikbudristek ini juga memastikan tidak adanya kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan di satuan pendidikan.

“Peraturan yang baru ini juga tegas menyebutkan bahwa tidak boleh ada kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan, baik dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, nota dinas, imbauan, instruksi, pedoman, dan lain-lain,” ucap Nadiem.

Selain hal-hal tersebut, Permendikbudristek PPKSP juga mengatur mekanisme pencegahan yang dilakukan oleh satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan Kemendikbudristek, serta tata cara penanganan kekerasan yang berpihak pada korban yang mendukung pemulihan.

Satuan pendidikan juga diamanatkan untuk membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), serta pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota guna membentuk Satuan Tugas (Satgas).

“TPPK dan satuan tugas perlu dibentuk dalam waktu 6 sampai 12 bulan setelah peraturan ini disahkan, agar kekerasan di satuan pendidikan dapat segera tertangani. Jika ada laporan kekerasan, dua kelompok kerja ini harus melakukan penanganan kekerasan dan memastikan pemulihan bagi korban, sedangkan sanksi administratif diberikan kepada pelaku peserta didik dengan mempertimbangkan sanksi yang edukatif dan tetap memperhatikan hak pendidikan peserta didik,” ujar Menteri Nadiem.

Berdasarkan data hasil survei Asesmen Nasional tahun 2022, sebanyak 34,51 persen peserta didik (satu dari tiga) berpotensi mengalami kekerasan seksual, lalu 26,9 persen peserta didik (satu dari empat) berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen (satu dari tiga) berpotensi mengalami perundungan.

Temuan itu juga dikuatkan oleh hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (SNPHAR, KPPPA) 2021, yakni 20 persen anak laki-laki dan 25,4 persen anak perempuan usia 13 sampai dengan 17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam 12 bulan terakhir.

Data aduan yang diterima Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada perlindungan khusus anak 2022 juga menyebutkan kategori tertinggi anak korban kejahatan seksual, yakni anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, serta anak korban pornografi dan kejahatan siber sebanyak 2.133.

Editor : Rizqa Leony Putri
Artikel Terkait
Bisnis
16 jam lalu

Dari Display Produk hingga Dongeng, YUMA Rayakan Hari Ibu Bersama Anak Pejuang Kanker

Bisnis
20 jam lalu

Inspiratif! Begini Cara Brand Lokal Chocochips Perkuat Perjalanan dan Optimalkan Ekosistem Shopee

Destinasi
20 jam lalu

7 Destinasi untuk Recharge dan Reconnect di Akhir Tahun

Music
22 jam lalu

Soundrenaline Sana Sini Jakarta Sukses Jadi Ruang Kolektif Musik dan Seni

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal