Dugaan Manipulasi Penyimpangan Kualitas BBM
Rantai pasok pengadaan BBM di Indonesia diduga tersandera oleh kepentingan politik bisnis perminyakan dengan efeknya yang memeengaruhi kebijakan pemerintah. Diduga, rantai pasok dikuasai oleh oil trader dengan peran kuat pada proses politik praktis.
Namun yang kemudian terjadi adalah mengarah pada proses penetapan HPP BBM tinggi demi menciptakan profit margin melampaui kewajaran. Agar tetap terjangkau oleh rakyat dengan HPP tinggi ini, maka pemerintah memberikan subsidi. Padahal apabila oil trader mengambil profit margin sepantasnya, maka sesungguhnya pemerintah tidak perlu memberikan subsidi BBM.
Sepertinya proses ini terus terjadi hingga terkuak lewat temuan dan proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, yaitu kasus dugaan pidana korupsi penyimpangan kualitas Pertamax oleh PT Pertamina Patra Niaga.
Blending process dalam meramu blend-stocks berbagai gasoline components guna menghasilkan bensin jenis Pertamax diduga dilakukan dengan melawan hukum sehingga hasil blending tersebut tak mampu menghasilkan bensin Pertamax dengan spesifikasi sebagaimana yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Migas.
Pertamax yang dihasilkan hanya dengan RON (Research Octane Number) kurang dari 92 alias tidak memenuhi spesifikasi. Bisa jadi apabila ditelusuri lebih jauh akan ditemukan parameter lain selain RON yang tidak memenuhi spesifikasi. Padahal ada 14 parameter untuk mengukur kualitas Pertamax ini.
Pengedaran pasokan BBM dengan kualitas yang tidak memenuhi spesifikasi adalah pelanggaran pidana. Selain, sebagaimana pemberitaan yang menyatakan bahwa tidak terpenuhinya spesifikasi Pertamax tersebut adalah kesengajaan dengan motif untuk mendapatkan keuntungan melalui penyalahgunaan wewenang, maka kasus ini dikategorikan extra-ordinary crime of corruption.
Mengingat, terdapat juga motif mengabaikan amanat peraturan untuk memanfaat minyak mentah dan proses kilang domestik; yang berimplikasi pada ketahanan energi nasional yang ditandai ketergantungan BBM impor, maka selayaknya kasus ini diperberat dengan pidana subversi.
Kasus dugaan penyimpangan kualitas Pertamax ini bukan yang pertama. Sebagai catatan, kasus serupa dengan object RON bensin pernah terjadi dengan kasus suap oleh Innospec Corp dan PT Sugih Interjaya sebagai agennya untuk memperpanjang kontrak dan penggunaaan aditif timbel pada 2003.
Kasus ini mencuat setelah pada Februari 2010 UK-SFO (Kantor Anti-Korupsi Inggris) memutus bersalah atas tindak pidana suap oleh Innospec Corp melalui agennya, PT Sugih Interjaya, kepada pajabat di Direktorat Jenderal Migas dan Pertamina pada kurun waktu 2003–2006. Pengadilan Tipikor memutus bersalah dua orang pejabat Direktorat Jenderal Migas, dua orang pejabat Pertamina, dan dua orang agen pemasok timbel pada kurun 2014-2016.
Dampak Pertamax Oplosan
Tak terpenuhinya spesifikasi Pertamax di atas berdampak pada kerugian ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Dampak ekonomi ini dapat bersifat langsung seperti pemborosan BBM, ongkos penggantian spare part yang rusak dll, maupun dampak tidak langsung seperti hilangnya waktu produktif pemilik kendaraan karena harus memperbaiki kendaraan, dampak kesehatan masyarakat akibat peningkatan polusi udara.
Secara teknis akan berdampak pada kerusakan komponen kendaraan, memicu pemborosan BBM dan peningkatan emisi kendaraan. Tidak terpenuhinya spesifikasi Pertamax dengan angka oktan kurang dari 92 akan berimplikasi pada kerusakan teknis kendaraan yang ditandai oleh knocking (ngelitik) di mana BBM terbakar (premature) hanya oleh tekanan piston dan bukan akibat dipicu oleh percikan api dari busi.
Knocking ini menyebabkan terjadinya pembakaran tidak sempurna yang berdampak pada hilangnya sekitar 20 persen volume BBM, daya kendaraan tidak optimal, memicu keausan/retakan pada piston, keausan ring piston, merusak seher/batang piston.
Tidak terpenuhinya spesifiksi Pertamax akibat tingginya kadar Sulfur dapat berakibat pada kerusakan sensor dan penyumbatan pada fuel pump, penyumbatan injector, percepatan terjadinya deposit/kerak pada piston, kerusakan fungsi oksidasi pada catalytic converter.
Dampak serupa juga diakibatkan oleh tingginya kadar olefin pada Pertamax. Kerusakan fuel pump masal pada mobil pernah terjadi pada Oktober–November 2024, selain juga terjadi pada sepeda motor dan mobil 2010, 2013.
Tindakan Tegas Presiden Prabowo Subiyanto
Presiden Prabowo harus mengawal kasus ini berakhir pada vonis berat dengan pemberatan khusus, sehingga menciptakan efek jera. Selain harus memimpin restrukturisasi harga BBM sehingga terhindar praktik manipulasi harga versus kualitas BBM. Pun dengan demikian surplus produsen yang berlebihan dapat dihentikan sehingga pengelolaan BBM berjalan sesuai mekanisme pasar yang demokratis dan atau berfungsinya peran pemerintah sebagai the last resort.
Restrukturisasi kebijakan harga BBM diharuskan guna mencapai transparan, auditable, accountable, dan keberpihakan pada kepentingan publik, prasyarat demokratisasi mekanisme pasar BBM dan membangkitkan peran pemerintah sebagai the last resort yang bijak dan adil.