Namun mengingat rate yang terlalu tinggi, program ini tidak dapat diteruskan. Terlebih, pemerintah menunjuk tiga channeling sebagai penyalur, yakni Bahana Artha Ventura, PNM dan Pegadaian. Karena itu, harapan untuk mendapatkan semurah-murahnya kredit mikro menjadi semakin jauh.
”Adapun kerja sama Kemenkeu dengan beberapa pesantren yang kami dengar sebagai pilot project adalah bukan bagian dari kerja sama yang diharapkan. LPNU yang ditunjuk untuk melakukan pendampingan program pun tidak lagi diajak untuk terlibat aktif,” ujar anggota Komisi I DPR ini.
Karena itu, kata Helmy, tim yang telah dibentuk oleh LPNU tidak dapat melaksanakan monitoring dan evaluasi (monev) ataupun upaya peningkatan kapasitas (capacity building) yang sejak awal sesungguhnya dirancang untuk menumbuhkan dan menggairahkan para pelaku ekonomi mikro.
”Harapan untuk terwujudnya kredit semurah-murahnya adalah impian besar bagi PBNU. Hal ini merupakan upaya untuk mengawal dan memberi pelayanan kepada umat terutama dalam program pemberdayaan ekonomi,” ujar dia.
Untuk diketahui, polemik mengenai kredit murah UMi ini bermula ketika Ketua Umum PBNU dalam salah satu acara menyebut bahwa PBNU belum menerima kredit murah Rp1,5 triliun dari Kemenkeu.
"Pernah kita MoU dengan Menteri Sri Mulyani akan gelontorkan kredit murah Rp1,5 triliun. Sampai hari ini satu peser pun belum terlaksana," kata Said dalam video yang beredar ke publik. Kemenkeu merespons pernyataan ini dengan menegaskan telah mencairkan bantuan kepada lembaga/badan usaha yang ditunjuk PBNU.